Di tengah semakin meningkatnya kesadaran global akan dampak perubahan iklim, masih terdapat berbagai hambatan yang menghalangi penanganannya secara efektif. Fenomena ini, dikenal sebagai climate obstruction atau hambatan iklim, mencakup berbagai tindakan yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu untuk memperlambat atau menghentikan inisiatif yang bermanfaat bagi lingkungan.
Berbagai tindakan yang sengaja dilakukan itu menghambat atau memperlambat ikhtiar pengurangan emisi gas rumah kaca pemicu perubahan iklim (mitigasi) dan menghalangi upaya penyesuaian terhadap dampak buruk perubahan iklim (adaptasi).
Climate obstruction bisa terjadi di berbagai tingkatan, mulai dari kebijakan pemerintah, aktivitas industri, hingga sikap dan perilaku individu. Ada beberapa kasus nyata yang ditengarai merupakan climate obstruction yang terjadi di berbagai negara, seperti pengaruh perusahaan yang bergerak di bidang bahan bakar fosil untuk mendapatkan kebijakan yang menguntungkan, antara lain subsidi energi dan izin penambangan yang longgar. Diduga ada kasus-kasus pemberian izin membuka lahan baru untuk perkebunan atau pertambangan meskipun ada potensi besar merusak hutan dan lingkungan.
Di sektor industri, beberapa perusahaan besar diindikasikan masih enggan beralih ke praktik yang lebih ramah lingkungan karena biaya awal yang tinggi dan perubahan signifikan dalam model bisnis mereka. Juga ada kemungkinan menunda penerapan teknologi hijau atau berusaha memengaruhi regulasi lingkungan agar tetap longgar. Selain itu, beberapa perusahaan juga dianggap terlibat dalam greenwashing, seperti pernah di bahas di media ini, praktik memberikan kesan keliru bahwa produk atau operasional mereka lebih ramah lingkungan daripada kenyataannya.
Kejadian lainnya, meskipun ada dorongan global untuk kendaraan listrik sebagai solusi pengurangan emisi, diasumsikan penerapannya masih lambat karena kemungkinan ada tekanan dari industri otomotif dan bahan bakar fosil yang ingin mempertahankan dominasi mereka di pasar.
Sikap dan perilaku individu juga memainkan peran dalam climate obstruction. Ketidakpercayaan atau ketidakpedulian terhadap perubahan iklim, sering kali didorong oleh disinformasi atau kebingungan mengenai sains iklim, yang dianggap mengakibatkan rendahnya dukungan publik untuk kebijakan dan tindakan yang diperlukan. Konsumsi berlebihan dan gaya hidup yang tidak berkelanjutan juga memperparah masalah ini.
Tahun lalu terbit sebuah buku yang ditulis oleh Kristoffer Ekberg dan rekan-rekannya, dengan judul Climate Obstruction: How Denial, Delay and Inaction are Heating the Planet - Hambatan Iklim: Bagaimana Penyangkalan, Penundaan, dan Kelambanan Memanaskan Bumi.
Menurut buku tersebut, ada tiga dimensi climate obstruction yang agak tumpang tindih. Pertama, hambatan primer, penolakan terhadap bukti ilmiah mengenai perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia, sehingga melemahkan kebijakan iklim. Kedua, hambatan sekunder, pengakuan diam-diam terhadap bukti ilmiah namun tetap menunda aksi iklim yang berarti karena alasan ekonomi maupun politik. Ketiga, hambatan tersier, meliputi budaya, hierarki, dan nilai, yang mungkin secara tidak sengaja menghambat aksi iklim.
Menghadapi climate obstruction yang menghambat upaya melawan perubahan iklim memerlukan kerjasama dari semua pihak. Untuk memulai, pemerintah perlu membuat kebijakan yang mendukung pengurangan emisi gas rumah kaca seperti energi bersih dan mengendalikan pencemaran. Langkah ini penting karena tanpa kebijakan yang kuat dengan penegakannya, upaya lain akan kurang efektif.
Selanjutnya, sektor swasta juga harus turut berperan dengan menjalankan bisnis yang ramah lingkungan dan transparan. Peran mereka krusial mengingat dampak besar yang mereka miliki terhadap lingkungan.
Selain itu, para ilmuwan dan peneliti diperlukan untuk memberikan data dan analisis guna mendukung kebijakan yang tepat. Informasi ini membantu memastikan bahwa tindakan yang diambil benar-benar efektif dan berdasarkan fakta.
Di sisi lain, masyarakat umum memiliki peran yang tidak kalah penting untuk sadar dan aktif dalam upaya menjaga Bumi seperti memilih produk yang ramah lingkungan dan ikut serta dalam aksi serta advokasi lingkungan. Kesadaran dan partisipasi masyarakat adalah kunci untuk mendorong perubahan pada tingkat yang lebih luas.
Bekerja sama dan berkontribusi sesuai peran masing-masing, dapat mengurangi climate obstruction dan mempercepat upaya mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Transisi ini tidak hanya membutuhkan tindakan dari satu kelompok saja, melainkan sinergi dari semua elemen masyarakat.