Golo Koe, Sketsa Ketahanan Pangan

Festival Golo Koe di Labuan Bajo pada 10-15 Agustus 2023, bertema “Ekonomi SAE: Sejahtera, Adil, dan Ekologis,” yang sangat terkait dengan sistem pangan dan perubahan iklim.

Ilustrasi: Muid/ GBN.top

Golo Koe memiliki beragam tafsir. Kata-kata dalam bahasa Manggarai itu berarti bukit kecil, yang secara fisik memang ada di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur. 

Di Golo Koe ada Gua Maria, tempat ziarah rohani bagi umat Katolik dan pewisata lainnya.

Terkini adalah Festival Golo Koe yang berlangsung di Labuan Bajo pada 10-15 Agustus 2023, sebuah perhelatan pariwisata holistik dan inklusif, dengan tema “Ekonomi SAE: Sejahtera, Adil, dan Ekologis.”

Tema Festival Golo Koe sangat terkait dengan sistem pangan dan perubahan iklim. Produksi dan konsumsi pangan di tingkat global menyumbangkan 30% dari semua emisi gas rumah kaca, yang diekivalenkan dengan karbon. Gas ini adalah pemicu perubahan iklim, penyebab bencana yang memengaruhi kehidupan dan penghidupan.

Untuk membangun kesadaran perubahan iklim dan ketahanan pangan lokal, serta mendorong aksi nyata di daerah, khususnya oleh generasi muda, sejumlah organisasi masyarakat sipil bekerjasama dengan Keuskupan Ruteng dan Kantor Utusan Khusus Presiden Bidang Pengentasan Kemiskinan dan Ketahanan Pangan serta Balai Pelestarian kebudayaan Wilayah XVI menyelenggarakan serangkaian kegiatan pada Festival Golo Koe. 

Seminar dan Workshop bersama orang muda bertema “Membangun Ketahanan Pangan Lokal Dan Ekonomi Berkelanjutan yang Berbudaya dan Berkeadilan Iklim,” menghadirkan pembicara kunci, Utusan Khusus Presiden, Muhamad Mardiono. Juga hadir sebagai nara sumber Romo Inno Sutam yang membahas topik Penerapan Laudato Si dalam Mendorong Aksi Iklim, Pangan, dan Ekonomi Berkelanjutan.

Tujuannya antara lain agar publik, khususnya generasi muda, termotivasi dan tersadarkan untuk melakukan aksi-aksi iklim di tingkat lokal. 

Hak-hak masyarakat yang paling mendasar harus terpenuhi dalam menyikapi krisis iklim, termasuk hak atas pangan. Untuk ini masyarakat perlu kembali ke pangan lokal dengan menekankan keragaman pangan NTT melalui sumber karbohidrat (sorgum, ubi-ubian), protein (kacang-kacangan, pangan laut dan ternak), serta buah-buahan tahan hama dan penyakit. Proses budidaya tanaman pangan mendesak untuk dilaksanakan secara ramah lingkungan dan rendah emisi karbon

Dapur Mama di Festival Golo Koe hadir untuk memperlihatkan bahwa masyarakat NTT mampu bertahan dari perubahan iklim karena potensi keberagaman pangan lokalnya. Di situ tersedia berbagai bahan dan olahan pangan lokal karya local champion.

Untuk meramaikan Festival Golo Koe juga diselenggarakan Instagram Live “Kuliner Labuan Bajo Di Tengah Krisis Iklim,” yang merupakan perbincangan bersama generasi muda tentang sistem pangan dan krisis iklim, juga peran pangan lokal sebagai salah satu solusinya.

Konsumsi pangan lokal tradisional dapat meningkatkan ekonomi lokal, termasuk UMKM; serta mendukung petani, nelayan, dan perimba.

Pangan lokal disamping lebih sehat, juga dapat menjadi basis pangan masa depan ketika jumlah penduduk dunia makin bertambah dan lahan pertanian makin berkurang.

Selain sebagai makanan masa depan, pangan lokal juga merupakan solusi untuk membantu mengatasi perubahan iklim dengan mengurangi jejak karbon tinggi dari makanan impor yang dikonsumsi masyarakat.

Citra Kader, penulis buku “Resep Tetangga - Kumpulan Resep Masakan Warga Pesisir Labuan Bajo,” memaparkan upayanya mengumpulkan resep. Dalam buku itu tercatat 63 resep dengan kategori sajian di rumah warga, jajanan di pasar, serta makanan di hari raya.

Sedangkan Efryd Budiman dari Ruteng mengisahkan pengalamannya sebagai local champion “Koalisi Pangan Baik.”

Koalisi ini fokus mengangkat ragam pangan lokal, praktik pertanian ekologis, dan konservasi air berkelanjutan sebagai solusi iklim yang berkeadilan.

Sehari-harinya selain menjadi guru privat, Efryd menanam sayur secara organik dan mengolah pangan lokal seperti kue keladi, jagung bose, dan keripik singkong.

Festival Golo Koe mencakup aneka acara, antara lain pameran ekonomi kreatif dan kuliner lokal; kegiatan sosial karitatif; pertunjukan teater, tarian dan musik; prosesi akbar Maria Assumpta Nusantara; ekaristi agung, dan diakhiri oleh konser musik.

Perayaan Festival Golo Koe, yang dihadiri puluhan ribu pengunjung, diselenggarakan oleh Keuskupan Ruteng melalui kerja sama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai Barat. Selain itu, juga didukung oleh Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores serta Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Kolumnis
Pegiat Harmoni Bumi

Tentang GBN.top

Kontak Kami

  • Alamat: Jl Penjernihan I No 50, Jakarta Pusat 10210
  • Telepon: +62 21 2527839
  • Email: redaksi.gbn@gmail.com