Pada dasarnya, transisi energi berkeadilan (just energy transition) adalah transisi dari sistem energi dengan bahan bakar fosil menuju sistem energi yang berkelanjutan, rendah karbon, dan adil yang lebih baik bagi manusia dan planet Bumi.
Energi dianggap berkelanjutan berdasarkan sumber daya yang digunakan untuk menghasilkannya, konservasinya dan efisiensinya. Energi berkelanjutan juga memiliki dampak lingkungan yang lebih rendah karena tidak memancarkan gas rumah kaca atau pencemar lainnya.
Transisi energi mutlak dilaksanakan, karena kegiatan manusia yang berlebihan seperti penggunaan bahan bakar fosil dan perubahan tata guna lahan seperti untuk pertanian maupun karena deforestasi, menyebabkan emisi gas rumah kaca, yaitu pengeluaran karbon dioksida dan gas-gas lainnya yang memerangkap panas, dan memicu perubahan iklim.
Beberapa bukti nyata yang terjadi dari perubahan iklim karena manusia adalah kenaikan permukaan laut, meningkatnya suhu, lapisan es dan gletser yang mencair, bertambahnya kejadian ekstrem seperti badai yang semakin kuat dan pengasaman laut yang mematikan biota laut.
Energi masa kini lebih banyak menggunakan energi tidak terbarukan, yaitu bahan bakar fosil, terbentuk dari fosil tumbuhan dan hewan di masa lampau, menjadi minyak mentah, batu bara, dan gas alam setelah terpapar selama ratusan juta tahun terhadap panas dan tekanan dari kerak bumi. Sedangkan energi terbarukan menggunakan sumber daya seperti matahari, angin, air, atau biomassa dan panas bumi, yang tidak menghasilkan gas rumah kaca, penyebab utama perubahan iklim.
Secara global, lebih dari 70% emisi gas rumah kaca disebabkan oleh produksi maupun penggunaan energi, baik dalam bentuk listrik, panas, transportasi atau proses industri. Karenanya, pada akhir abad ini, melalui berbagai kesepakatan internasional, transisi energi akan mengubah sektor energi global dari berbasis bahan bakar fosil ke energi berkelanjutan.
Menurut Badan PBB untuk Lingkungan Hidup (UNEP), untuk transisi energi yang adil, baik prosesnya maupun hasilnya perlu memenuhi kriteria tertentu.
Transisi energi berkeadilan harus bersifat kolektif dan inklusif, yang berarti ada kemampuan dan kesempatan bagi semua pemangku kepentingan untuk terlibat dalam pengambilan keputusan. Termasuk melindungi hak-hak anak muda, masyarakat adat, komunitas lokal, dan semua populasi rentan.
Transisi energi berkeadilan harus memastikan bahwa manfaat dan biaya dibagi secara adil di antara para pelaku, maupun antara generasi masa kini dan masa depan. Juga harus mengenali kapasitas dan kebutuhan yang berbeda dari negara dan wilayah, serta jenis kelamin, usia, disabilitas, status ekonomi, status migrasi, etnis, dan hal lainnya.
Memastikan transisi energi berkeadilan dapat mencegah pemborosan energi saat diproduksi, didistribusikan, dan dikonsumsi.
Bagaimana keadaan di Indonesia? Dalam sebuah pertemuan, Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengatakan bahwa kapasitas terpasang pembangkit listrik di Indonesia di tahun 2022 sekitar 80 Gigawatt, dengan lebih dari 80% berasal dari bahan bakar fosil. Namun, Indonesia dikaruniai sinar matahari yang berlimpah sebagai energi surya, energi angin, bioenergi, tenaga air, dan panas bumi. Belum lagi luasnya lautan dengan arus dan ombak, yang bisa dikonversi menjadi listrik. Tercatat sampai saat ini potensi energi berkelanjutan di Indonesia hampir 3700 Gigawatt sehingga jika dimanfaatkan merupakan modal utama dalam melakukan transisi energi berkeadilan.
Agar transisi energi berkeadilan dapat diimplementasikan dengan baik perlu kesamaan pemahaman dari seluruh lapisan masyarakat dalam memahami urgensi dari isu perubahan iklim dan pentingnya transisi energi berkeadilan.
Salah satu contoh aktivitas yang sedang dilaksanakan akhir minggu ini di Subang, Jawa Barat, adalah Youth Leadership Camp for Climate Crisis bertema Just Energy Transition, kerjasama antara Climate Reality Indonesia dengan Ibeka Farm Butterfly Haven.
Tujuan kegiatan selama 3 hari untuk para pemuda tersebut adalah memberikan pemahaman mengenai dampak perubahan iklim, transisi menuju energi berkelanjutan, dan aktualisasi konsep-konsep tersebut.
Selain itu, juga mendorong peserta untuk menjadi pejuang iklim yang berani melakukan aksi nyata sebagai upaya advokasi transisi energi berkeadilan di komunitas masing-masing.