Mengembangkan Hilirisasi Ramah Alam

Hilirisasi bukan hanya tentang meningkatkan nilai tambah ekonomi, tetapi juga tentang memastikan bahwa proses tersebut memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat dan lingkungan. 

Ilustrasi: Muid/GBN.top

Di tengah segala perdebatannya, hilirisasi sebagai proses pengolahan bahan mentah menjadi produk bernilai tambah sebelum diekspor, sebenarnya merupakan langkah strategis yang dapat memberikan banyak manfaat. Melalui hilirisasi, Indonesia dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah, memiliki peluang besar untuk meningkatkan  lapangan kerja, menambah pendapatan negara, dan juga mengurangi ketergantungan terhadap ekspor bahan mentah.

Dengan mengolah bahan mentah di dalam negeri, sebuah negara dapat mengurangi ketergantungan pada harga komoditas global yang sering fluktuatif. Hilirisasi juga mendorong pembangunan industri domestik yang lebih kuat dan diversifikasi ekonomi, sehingga negara tidak lagi bergantung pada satu sektor saja. 

Dari sisi mineral, di Indonesia yang signifikan adalah pengolahan bijih nikel menjadi produk bernilai tambah seperti feronikel, nikel matte, dan nikel sulfat. Selain itu bauksit dapat diolah menjadi alumina dan aluminium. Timah murni digunakan dalam berbagai aplikasi, termasuk solder untuk industri elektronik, pelapis tahan korosi, dan bahan baku untuk pembuatan berbagai produk industri.  Bijih tembaga menjadi katoda tembaga yang merupakan bahan baku utama dalam pembuatan kabel listrik, elektronik, dan berbagai produk industri lainnya. 

Contoh lainnya, sebagai salah satu produsen kelapa terbesar di dunia, Indonesia telah menghasilkan berbagai produk hilir yang tidak hanya meningkatkan nilai ekonomi kelapa tetapi juga mendukung keberlanjutan lingkungan dan sosial. Selain minyak kelapa murni (VCO), kelapa juga diolah menjadi santan dan krim kelapa, tepung kelapa, serta minuman isotonik. Belum lagi produk seperti arang aktif dan briket arang kelapa, coco fiber, dan coco peat.

Kebijakan hilirisasi di Indonesia menuai sejumlah kritik dari berbagai pihak, karena beberapa alasan seperti  infrastruktur yang belum memadai, ketersediaan dan kualitas sumber daya manusia, serta ketergantungan pada teknologi asing. Beberapa kritikus menilai bahwa kebijakan pemerintah dalam mendukung hilirisasi masih belum konsisten dan kurang memberikan insentif yang cukup bagi investor. Korupsi dan birokrasi yang rumit sering kali menjadi penghalang utama dalam pelaksanaan kebijakan hilirisasi. Juga ada kekhawatiran bahwa hilirisasi hanya akan menguntungkan segelintir besar perusahaan dan tidak memberikan manfaat yang merata bagi seluruh masyarakat. Di pasar global, produk-produk hilir Indonesia harus bersaing dengan produk serupa dari negara lain yang mungkin memiliki biaya produksi lebih rendah atau teknologi yang lebih maju. Ini bisa menjadi tantangan besar bagi industri hilir Indonesia untuk bertahan dan berkembang. 

Beberapa proyek hilirisasi dikritik karena tidak memperhatikan dampak lingkungan. Proses pengolahan mineral, misalnya, bisa menyebabkan pencemaran udara, tanah, dan air jika tidak dikelola dengan baik.  Karenanya, sangatlah penting untuk memastikan bahwa proses hilirisasi dilakukan dengan prinsip keberlanjutan, terutama memperhatikan dampak lingkungan agar tidak merusak ekosistem dan kesehatan masyarakat.  

Penerapan teknologi ramah lingkungan dan praktik industri yang berkelanjutan menjadi kunci. Misalnya, dalam industri pengolahan mineral, penggunaan teknologi pengolahan yang lebih efisien dan minim limbah harus diutamakan. Pengelolaan limbah industri mutlak dilakukan dengan baik untuk mencegah pencemaran lingkungan. 

Pemerintah Indonesia memiliki peran penting dalam mendorong hilirisasi yang berkelanjutan, untuk itu kebijakan dan regulasi yang mendukung investasi dalam teknologi hijau dan praktik industri berkelanjutan perlu diperkuat. Insentif pajak dan dukungan finansial untuk perusahaan yang mengadopsi teknologi ramah lingkungan juga bisa menjadi langkah efektif dalam mendorong hilirisasi yang berwawasan lingkungan. 

Pengawasan dan penegakan hukum yang ketat terhadap pelanggaran lingkungan perlu dilakukan untuk memastikan bahwa industri mematuhi standar keberlanjutan. Kolaborasi antara pemerintah, industri, dan masyarakat juga penting dalam mewujudkan hilirisasi yang ramah alam. Pemerintah sudah seharusnya melibatkan berbagai pemangku kepentingan dalam perencanaan dan implementasi kebijakan hilirisasi, sedangkan industri harus terbuka terhadap inovasi dan investasi dalam teknologi hijau. Sementara itu, masyarakat perlu diberdayakan dan diberikan pemahaman mengenai pentingnya keberlanjutan agar mereka bisa berpartisipasi aktif dalam menjaga lingkungan sekitar. 

Hilirisasi bukan hanya tentang meningkatkan nilai tambah ekonomi, tetapi juga tentang memastikan bahwa proses tersebut memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat dan lingkungan. Dengan komitmen bersama dan langkah-langkah konkret, Indonesia bisa menjadi contoh bagi negara lain dalam mengembangkan industri hilir yang ramah alam, sekaligus mencapai tujuan pembangunan yang inklusif.

Kolumnis
Pegiat Harmoni Bumi

Tentang GBN.top

Kontak Kami

  • Alamat: Jl Penjernihan I No 50, Jakarta Pusat 10210
  • Telepon: +62 21 2527839
  • Email: redaksi.gbn@gmail.com