Asosiasi Tekstil Sebut Sritex Pailit Akibat Serbuan Produk Impor Asal China

Akibatnya 20.000 karyawan PT Sritex terancam terkena PHK tanpa pesangon 

Produk tekstil impor asal China disebut menjadi penyebab PT Sritex pailit

Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyebut palilinya PT Sri Rejeki Isman atau Sritex akibat dari serbuan produk impor asal China. Selain itu kondisi yang menimpa salah satu raksasa industri tekstil Indonesia itu juga imbas dari perlambatan ekonomi dunia, infalsi dan kenaikan suku bunga.

“Masalah utamanya berawal dari slow down global economy yang diawali dengan inflasi tinggi dan kenaikan suku bunga di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia,” kata Ketua Umum API, Jemmy Kartiwa Sastratmaja.

Saat memberikan keterangan yang dikutip pada Jumat 25 Oktober 2024, Jemmy mengatakan kondisi ekonomi dunia berdampak pada penurunan daya beli di Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa. Akibatnya China mengalami kelebihan pasokan tekstil.

Jemmy menambahkan, negera tirai Bambu itu pun berusaha melempar produk tekstilnya ke berbagai negara, termasuk Indonesia. Direktur Utama PT Dhanar Mas Concern ini menuturkan pemerintah Indonesia telah membuat berbagai kebijakan trade barrier atau pembatasan perdagangan guna melindungi industri dalam negeri.

“Kebijakan untuk melindungi industri dalam negeri dari serbuan produk China,” ujar Jemmy.

PT Sri Rejeki Isman atau Sritex dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang. Putusan pailit tercantum dalam putusan dengan nomor perkara 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg.

Bukan hanya PT Sritex, anak usahanya yakni PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya juga divonis yang sama.

Semua perusahaan yang berlokasi di Sukoharjo, Jawa Tengah itu dinyatakan telah lalai dalam memenuhi kewajiban pembayarannya kepada PT Indo Bharat Rayon, selaku pemohon, berdasarkan Putusan Homologasi tanggal 25 Januari 2022.

Sebelum dinyatakan pailit, Sritex sempat tersandung masslah utang. Hingga September 2022, total liabilitas Sritex tercatat 1,6 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau setara dengan Rp24,66 triliun (kurs Rp15.500 per dolar AS).

Akibatnya sekitar 20.000 karyawan Group Sritex terancam menjadi korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tanpa pesangon.

"Putusan pailit ini akan mengancam sekitar 20-an ribu karyawan yang tersisa di Sritex group. Mereka akan kehilangan pekerjaan dan bisa-bisa tidak akan mendapatkan pesangon," kata Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN).

Ristadi Saat memberikan keterangan yang dikutip pada Kamis 24 Oktober 2024, Ristadi menerangkan Sritex mempunyai beban utang sekitar Rp25 triliun. Jumlah itu jauh di atas total nilai asetnya sebesar kurang lebih Rp15 triliun.

Ristadi mengatakan kalau pun semua asetnya di jual, Sritex tetap tidak akan mampu membayar semua utangnya. Hal inilah yang menyebabkan karyawan berpotensi terkena PHK tanpa pesangon.

Jurnalis GBN

Tentang GBN.top

Kontak Kami

  • Alamat: Jl Penjernihan I No 50, Jakarta Pusat 10210
  • Telepon: +62 21 2527839
  • Email: redaksi.gbn@gmail.com