Keputusan pemerintah menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen untuk barang mewah mulai 1 Januari 2025 dikhawatirkan memunculkan masalah baru, yakni praktik manipulasi pajak yang semakin meningkat. Hal ini lantaran nantinya akan ada perbedaan pemberlakuan tarif pajak.
Kekhawatiran itu disampaikan pengamat ekonomo Wijayanto Samirin. Saat memberikan komentar yang dikutip pada Sabtu 7 Desember 2024, Wijayanto mengatakan kebijakan tarif PPN yang berbeda-beda, pemberlakuan hingga pengawasan penerapan pajak baru akan menyulitkan pelaksanaan di lapangan.
Menurut Wijayanto, kebijakan tersebut akan mendorong masyarakat menggunakan tarif PPN yang nilainya lebih kecil. Adanya tarif yang berbeda itulah yang bisa membuka peluang adanya manipulasi pajak.
"Dua tarif yang berbeda akan mendorong orang untuk melakukan manipulasi (pajak)," ucapnya.
Wijayanto menerangkan saat ini sudah terlalu banyak variasi barang yang ada di pasar. Sehingga pemerintah perlu mekatagorikan dan mendefinisikan barang-barang yang tergolong mewah dan terkena PPN 12 persen. Hal ini tentu saja menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemerintah sebelum kenaikan PPN benar-benar diberlakukan.
"Terlalu banyak variasi (barang), perlu didefinisikan mana barang mewah, mana bukan," ujar Wijayanto.
Dosen Universitas Paramadina ini mengakui kenaikan secara selektif bisa menjadi jalan tengah di tengah maraknya penolakan terhadap kebijakan pemerintah menaikkan PPN dari 11 menjadi 12 persen. Namun Wijayanto tetap tidak yakin hal itu akan berjalan dengan mulus.
Wijayanto pun memprediksi penerapan tarif PPN secara selektif akan membuat penerimaan negara tidak bertambah secara signifikan.
Itulah sebabnya mantan Staf Khusus Wakil Presiden Republik Indonesia bidang Ekonomi dan Keuangan ini menyarankan Presiden Prabowo Subianto menunda kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen yang rencananya mulai 1 Januari 2025.
Wijayanto menyebut kebijakan tersebut diterapkan di pertengahan 2025 atau awal 2026 sembari menunggu daya beli masyarakat membaik.
"Daripada mengambil keputusan ini, lebih baik kenaikan PPN menjadi 12 persen ditunda saja, dilakukan saat daya beli masyarakat mulai membaik, mungkin tengah tahun 2025, atau awal tahun 2026," ujar Wijayanto.
Sebelumnya Presiden Prabowo Subianto memutuskan kenaikan PPN dari 11 menjadi 12 persen hanya berlaku untuk barang mewah. Keputusan ini demi melindungi rakyat kecil.
Saat berbicara di Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat 6 Desember 2024, Prabowo mengatakan sejak 2023 pemerintah tidak memungut apa yang seharusnya dipungut.
"Untuk rakyat yang lain kita tetap lindungi, sudah sejak akhir 2023 pemerintah tidak memungut yang seharusnya dipungut," ujar Prabowo.
Terkait pengecualian barang yang terkena PPN, telah diatur dalam pasal 4a Undang-Undang nomor 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Kebijakan baru itu akan membuat lebih banyak barang yang dikecualikan dari objek PPN.