Peternak Sapi Buang 200 Ton Susu Segar, Izin Impor 5 Perusahaan Ditahan

Kementan mengancam akan mencabut izin impor jika 5 perusahaan itu masih tidak mau menyerap susu peternak sapi perah lokal

Peternak sapi perah di Boyolali, Jawa Tengah melakukan aksi mandi susu sebagai bentuk protes karena industri tidak mau menyerap susu peternak lokal

Kementerian Pertanian (Kementan) menahan izin impor milik lima perusahaan Industri Pengolahan Susu (IPS). Tindakan ini imbas dari protes yang dilakukan para peternak sapi perah dengan cara membangun 200 ton susu segar lantaran tidak serap oleh IPS. 

"Untuk sementara ada 5 perusahaan impornya kami tahan dulu," kata Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman.

Saat memberikan keterangan kepada awak media di kantornya, Senin 11 November 2024, Amran mengatakan pihaknya telah mengumpulkan para pemangku kepentingan, mulai dari peternak sapi perah, industri pengolah susu, dan pengepul. Pertemuan di Kantor Kementan menghasilkan kesepakatan IPS akan menyeral susu dari peternak dalam negeri.

"Setelah kami kunjungan hari Kamis, ketemu semua, sudah damai, bergerak seluruh Indonesia, kami lepas kembali," katanya.

Amran menjelaskan bagi industri pengolah susu yang telah sepakat menyerap susu segar dari peternak, izin impornya akan langsung dikembalikan. Namun ada lima perusahaan yang untuk sementara izin impornya masih ditahan sampai kondisi kondusif.

"Tetapi bagi seluruh industri yang baik, hari ini izinnya bisa diambil kembali, dikeluarin hari ini. Tetapi ada 5 perusahaan, itu kami tahan izinnya sampai semua kondusif seluruh Indonesia," ujarnya.

Namun jika kelima perusahaan itu masih menolak menyeral susu peternak lokal, Amran menegaskan bakal memberikan sanksi yang lebih tegas, yakni dengan mencabut izin impornya.

"Kalau, tapi kelihatannya tidak ada, kalau dari 5 ada yang masih mencoba, aku cabut izinnya, dan tidak boleh impor lagi," tegas Amran.

Sikap tegas menurut Amran semata-mata karena pemerintah tidak ingin ada perselisihan antara peternak dengan industri pengolah susu. Pemerintah ingin peternak dan industri pengolah susu saling bergandengan tangan.

"Kita tumbuh bersama, pasarnya besar, bahkan kita sudah ekspor, dan bagaimana nanti pangan bergizi arahan Bapak Presiden itu berjalan dengan baik, syukur-syukur susunya produksi dalam negeri," ucapnya.

Sebelumnya peternak sapi perah dari berbagai daerah melakukan aksi buang susu segar. Dewan Persusuan Nasional (DPN) mencatat setiap hari sebanyak 200 ton susu segar dibuang lantaran IPS lebih memilih mengimpor susu segar ketimbang menyerap susu peternak lokal.

Ketua DPN Teguh Boediyana tindakan IPS menolak menyerap susu peternak lokal akibat tidak ads peraturan yang melindungi usaha para peternak. Terlebih Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 1985 Tentang Koordinasi Pembinaan dan Pengembangan Persusuan Nasional yang dicabut pada awal 1998.

"Tindakan tidak menyerap susu segar dari peternak sapi perah adalah sebagai akibat tidak adanya peraturan perundang-undangan yang melindungi usaha peternak sapi perah rakyat dan menjamin kepastian pasar dari susu segar yang di hasilkan," katanya.

Dalam keterangan resmi yang dikutip pada Minggu 10 November 2024, Teguh meminta pemerintah menerbitkan peraturan guna melindungi keberadaan usaha peternak sapi perah. DPN juga meminta pemerintah memberlakukan kembali kebijakan rasio impor susu yang dikaitkan dengan realisasi penyerapan susu segar. Kebijakan ini sudah dilaksanakan sebelum era reformasi dan dikenal dengan adanya bukti serap (BUSEP).

Teguh menambahkan pemeirntah juga perlu membentuk badan persusuan nasional yang fokus menangai program swasembada susu segar. Hal ini juga untuk menunjang program makan bergizi gratis.

"Pemerintah segera melakukan tindakan yang tegas kepada industri pengolah susu untuk menyerap produksi susu segar dari peternak sapi perah rakyat sehingga tidak lagi terjadi adanya kasus pembuangan susu segar seperti yang ada saat ini," kata Teguh.

Jurnalis GBN

Tentang GBN.top

Kontak Kami

  • Alamat: Jl Penjernihan I No 50, Jakarta Pusat 10210
  • Telepon: +62 21 2527839
  • Email: redaksi.gbn@gmail.com