Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menegaskan menolak usulan jadwal pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak dimajukan dari 27 November 2024 menjadi 17 September 2024. PKS menilai usulan tersebut berpotensi menjadi sarana penyalahgunaan kekuasaan.
Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera mengatakan jika Pilkada Serentak dimajukan ke September 2024 artinya saat itu Jokowi masih menjadi Presiden RI. Sedangkan jika dilaksanakan sesuai jadwal pada November 2024, Indonesia saat itu sudah dipimpin oleh Presiden baru hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Hal inilah yang menurut Mardani memunculkan kekahwatiran terjadinya penyalahgunaan kekuasaan.
"Saya malah melihat agak khawatir karena kalau dimajukan September berarti masih dalam rezimnya Pak Jokowi gitu lho. Kalau November kan Jokowi sudah tidak lagi berkuasa," kata Mardani.
Saat berbicara di Gedung DPR, Senayan, Selasa 24 Oktober 2023, anggota Komisi II DPR RI ini pun meminta Pilkada Serentak tetap diselenggarakan sesuai jadwal semula, yakni pada November 2024. Mardani menyebut hal itu jauh lebih baik bagi bangsa dan negara serta rakyat Indonesia.
"Kalau di alasan tidak ada (soal rezim Jokowi) tetapi kami tetap menganggap sebaiknya November saja karena itu jauh lebih baik," ujar Mardani.
Pendapat berbeda dikemukakan Ketua Fraksi PDIP DPR RI Utut Adianto. Menurutnya usulan tersebut tidak masalah. Itulah sebabnya Utut mengatakan Fraksi PDIP bakal menerima rencana revisi pelaksanaan Pilkada Serentak 2024.
"Menerima, untuk maju ke September," kata Utut saat memberikan keterangan di tempat yang sama.
Sebelumnya pada Selasa 24 Oktober 2023, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menggelar rapat pleno tentang penyusunan rancangan undang-undang (RUU) tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali kota.
Salah satu agenda yang dibahas dalam rapat tertutup itu adalah perubahan waktu pelaksanaan Pilkada Serentak yang semula 27 November 2024 menjadi 17 September 2024.