Warga Lokal Dipaksa Pindah dari IKN, Koalisi Masyarakat Sipil: Otoriter Mirip Orde Baru

Pembangunan IKN Nusantara mengancam masyarakat lokal yang telah mendiami wilayah tersebut selama bertahun-tahun

Anggota Koalisi Masyarakat Sipil Herdinsyah Hamzah menilai penggusuran paksa terhadap warga lokal di lokasi pembangunan IKN Nusantara mirip rezim Orde Baru yang otoriter

Sebanyak 16 organisasi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil menolak tindakan Badan Otorita Ibu Kota Negara (OIKN) Nusantara yang memaksa warga Warga Kampung Tua Sabut, Desa Pemaluan, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Provinsi Kalimantan Timur dipaksa merobohkan rumahnya sendiri.

Koalisi Masyarakat Sipil menilai tindakan tersebut adalah bentuk penggusuran paksa yang dilakukan terhadap warga lokal yang bertempat tinggal di lokasi pembangunan IKN Nusantara. Tindakan OIKN telah mengancam masyarakat lokal dengan dalih pembangunan. Padahal masyarakat telah mendiami wilayah tersebut selama bertahun-tahun.

"Ancaman Badan Otorita IKN tersebut yang secara tiba-tiba hendak mengusir warga Desa Pemaluan dengan dalih pembangunan ibu kota, jelas adalah bentuk tindakan abusive pemerintah," ujar Herdiansyah Hamzah.

Dalam konferensi pers virtual, Rabu, 13 Maret 2024, Herdinsyah yang mewakili Koalisi Masyarakat Sipil menilai cara yang dilakukan pemerintah mirip dengan rezim Orde Baru (Orba) yang otoriter. Penggusuran paksa yang dilakukan kepada warga Kampung Tua Sabut Desa Pemaluan merupakan bentuk intimidasi yang menyebar teror dan ketakutan kepada warga.

"Sama persis yang dilakukan terhadap Wadas, Rempang, Poco Leok, Air Bangis, dan lainnya," ucap Herdiansyah.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur ini menyatakan tindakan OIKN merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak masyarakat lokal dan masyarakat adat. Khususnya, pelanggaran atas hak hidup, hak atas ruang hidup, hak perlindungan atas kepemilikan tanah, dan hak atas pemukiman warga.

Menurut Herdiansyah, aturan ini pun merupakan produk hukum yang dibuat tanpa melibatkan masyarakat sebagai pemilik sah wilayah. Dia menilai tindakan itu melanggar pasal 65 UU Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang yang mengamanatkan pemerintah untuk melibatkan masyarakat dalam penataan ruang, yang meliputi perencanaan ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.

Tanpa pelibatan masyarakat lokal dan masyarakat adat, Herdiansyah menilai tata ruang yang dibuat justru menjadi ancaman hilangnya hak-hak masyarakat.

"Pemerintah lupa, jika negara pada hakekatnya wajib bertindak atas nama kepentingan rakyat, bukan kepentingan para pemodal, apalagi sekedar obsesi pemindahan IKN," ujarnya.

Sebelumnya warga Kampung Tua Sabut, Desa Pemaluan, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Provinsi Kalimantan Timur dipaksa merobohkan rumahnya sendiri. Pihak Badan Otorita Ibu Kota Negara (OIKN) Nusantara menilai warga telah melanggar Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) IKN.

Dalam keterangan tertulisnya, Senin 11 Maret 2024, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur menyatakan warga Kampung Tua Sabut tidak pernah mendapatkan sosialisasi tentang RTRW IKN. Pengurus Jatam Kalimantan Timur Maretasari mengatakan satu-satunya surat yang dterima warga adalah surat undangan dan surat teguran dari Deputi Bidang Pengendalian Badan Otorita IKN.

"Mereka belum pernah sekalipun diundang dan diajak bicara secara layak tentang Rencana Tata Ruang Wilayah IKN," ujarnya.

Maretasari menjelaskan Kampung Tua Sabut, dihuni oleh sekitar 200 warga Suku Balik dan Suku Paser. Kedua suku tersebut sudah tinggal di sana sebelum proyek IKN Nusantara digagas. Bahkan leluhur kedua suku tersebut sudah mendiami Kampung Tua Sabut jauh sebelum Indonesia merdeka. Hal itu dibuktikan dengan adanya kuburan dan makam para leluhur di kampung tersebut.

Seperti dikutip dari Tempo, dalam salinan surat yang ditandatangi Deputi Bidang Pengendalian Pembangunan Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) Thomas Umbu Pati disebutkan bahwa rumah warga di RT 05 Pemaluan harus segera dibongkar karena tidak sesuai dengan RTRW IKN pada 29 Agustus 2023 dan 4-6 Oktober 2023.

Seorang warga RT 05 Pemaluan juga diperintahkan hadir di Rest Area IKN pada Jumat, 8 Maret 2024. Lokasi tersebut adalah bekas rumah jabatan Bupati PPU di Sepaku, Kalimantan Timur. Warga diminta segera menindaklanjuti perintah pembongkaran rumah selambatnya tujuh hari kalender.

“Jangka waktu selambat-lambatnya tujuh hari kalender, terhitung sejak tanggal teguran pertama ini disampaikan. Sehubungan dengan undangan ini bersifat sangat penting maka kehadiran saudara diminta tidak diwakili,” demikian tertulis dalam surat teguran pertama dari Otorita IKN pada 4 Maret 2024.

Jurnalis GBN

Tentang GBN.top

Kontak Kami

  • Alamat: Jl Penjernihan I No 50, Jakarta Pusat 10210
  • Telepon: +62 21 2527839
  • Email: [email protected]