Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI memutuskan memberikan sanksi pemecatan kepada I Gusti Ngurah Arya Wedakarna. Keputusan tersebut sebagai buntut ucapan bernada rasis yang diucapkan Arya.
Ketua DPD RI Lanyalla Mahmud Mattalitti menjelaskan pihaknya telah melakukan pertimbangan sebelum menjatuhkan sanksi kepada senator asal Bali itu. Salah satunya adalah banyaknya laporan terkait pelanggaran kerukunan umat beragama yang dilakukan Arya.
Saat berbicara di Gedung DPD, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta Jumat 2 Februari 2024, La Nyalla menyebut setidaknya ada empat laporan terkait tindakan Arya. DPD menurut La Nyalla sudah beberapa kali memberikan pengampuman kepada pria bernama lengkap Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna Mahendradatta Wedasteraputra Suyasa itu.
"Memang sudah banyak sekali sih kasusnya AWK ini sudah banyak, berapa kali ya, empat kali ya. Sudah diampuni-diampuni, nah ini menyangkut umat agama," katanya.
La Nyalla menjelaskan meski pemecatan Arya sudah sah sesuai mekanisme DPD, pihaknya tetap harus mengajukannya ke Presiden.
"Sah, sudah di paripurna hari ini. Sah sah (pemecatan). Tetapi kan proses pemecatan itu baru dari DPD ya, tinggal nanti kita ajukan ke presiden. Nanti bagaimana dengan Presiden," kata Lanyalla.
Sebelumnya Arya Wedakrama menjadi sorotan publik. Hal ini lantaran pria kelahiran Bali, 23 Agustus 1980 meminta Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali tidak mempekerjakan wanita yang mengenakan jilbab. Arya menyebut Bali bukanlah Timur Tengah.
Saat menggelar rapat dengan Kepala Bea Cukai Bali Nusa Tenggara dan Kapala Bea Cukai Bandara I Gusti Ngurah Rai, Arya dengan nada marah meminta agar yang menjadi petugas front line Bandara I Gusti Ngurah Rai adalah wanita Bali yang rambutnya terbuka dan terurai.
"Saya nggak mau yang front line, front line itu, saya mau yang gadis Bali kayak kamu. Rambutnya terlihat terbuka. Jangan kasih (di front line) yang (menggunakan) penutup, penutup gak jelas, this is not Middle East. Enak aja di Bali, pakai bunga kek, pakai apa kek," kata Arya.
Ucapan Arya itu pun langsung memancing reaksi publik. Banyak yang menyayangkan seorang pejabat negara mengeluarkan pernyataan bernada rasis.