Saat ini, sekitar 559 juta anak di dunia berada dalam bahaya akibat gelombang panas, yang diperkirakan akan mengancam lebih dari dua miliar anak pada tahun 2050.
Dalam enam tahun terakhir tercatat 43 juta anak mengungsi akibat bencana yang terkait dengan cuaca, setara dengan sekitar 20.000 anak mengungsi setiap hari.
Data memprihatinkan itu dipaparkan oleh UNICEF (Dana Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa) dalam laporan terbarunya, "The Climate-changed Child.” Mengingatkan kembali bahwa anak-anak adalah kelompok yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim seperti polusi, penyakit dan cuaca ekstrem yang mengancam kesehatan dan kesejahteraan, bahkan kehidupan mereka.
Sayangnya, tragedi yang dialami anak-anak ini sering terabaikan dalam diskusi dan pendanaan perubahan iklim global. Ini bertentangan dengan Persetujuan Paris tentang Perubahan Iklim, yang mengakui bahwa perubahan iklim adalah keprihatinan bersama umat manusia.
Ketika mengambil tindakan untuk mengatasi perubahan iklim, negara-negara harus menghormati, memajukan dan mempertimbangkan kewajiban masing-masing mengenai hak asasi manusia, hak atas kesehatan, hak masyarakat adat, komunitas lokal, migran, anak-anak, penyandang disabilitas dan orang-orang dalam situasi rentan. Juga hak atas pembangunan, kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan dan kesetaraan antargenerasi.
Anak-anak sangat rentan terhadap kondisi cuaca ekstrem, seperti gelombang panas dan dingin. Keadaan ini tidak hanya menyebabkan ketidaknyamanan, tetapi juga masalah kesehatan serius, termasuk dehidrasi, heatstroke, dan risiko hipotermia. Selain itu, penyakit seperti malaria dan demam berdarah, menjadi lebih umum dan berisiko tinggi, terutama di daerah tropis dan subtropis.
Akses pendidikan anak juga terganggu oleh perubahan iklim. Bencana alam seperti banjir atau badai sering kali menghancurkan sekolah dan infrastruktur pendidikan. Hal ini memaksa anak-anak untuk menghentikan sekolah, yang pada gilirannya memengaruhi kesempatan mereka untuk pendidikan yang layak.
Dalam mengatasi berbagai dampak ini, sangat penting untuk mengintegrasikan kebutuhan dan hak anak-anak dalam perencanaan dan kebijakan terkait perubahan iklim.
Pendekatan yang fokus pada anak harus mendorong partisipasi mereka dalam proses pengambilan keputusan terkait perubahan iklim, memastikan bahwa kebutuhan spesifik mereka diakomodasi dan suara mereka didengar.
Adalah “Perkumpulan Penulis Indonesia ALINEA” yang memastikan suara anak-anak Indonesia dapat didengar. Bertepatan dengan Hari Bumi 2022, ALINEA mengadakan audisi bagi penulis muda usia 8-16 tahun dari seluruh Indonesia untuk menulis tentang perubahan iklim dan lingkungan hidup.
Tema yang diambil dapat meliputi perubahan elemen alam, sampah dan pengelolaan, pemborosan, penggundulan hutan, jejak karbon, awan, praktik baik terkait kearifan lokal, serta energi terbarukan dan bahan bakar fosil.
Mereka yang terpilih kemudian mengikuti lokakarya menulis daring bersama penulis-penulis profesional di genre sastra anak. Guna menambah wawasan dan kepedulian, para peserta juga mendapatkan pembelajaran dari para pakar perubahan iklim dan isu lingkungan hidup.
Setelah hampir dua tahun berproses, di akhir 2023, ALINEA meluncurkan buku karya anak-anak Indonesia Bumiku Kelak di Balai Pustaka, Jakarta setelah sebelumnya memperkenalkannya di acara Ubud Writers & Readers Festival di Bali.
Bumiku Kelak merupakan serial buku bertema persoalan lingkungan dan perubahan iklim yang terdiri dari lima judul yaitu Aku Mau Jadi Penjaga Bumi, Langkah Kecil untuk Bumi, Peri Penjaga Bumi, Aksi Mencintai Bumi, dan Seribu Pohon Satu Bumi.
Dengan ilustrasi karakter utama yang menyerupai orang utan dengan nama Momo dan Zaza, serta bantuan kecerdasan buatan dalam proses finalisasinya, seri yang dapat dikatakan bersejarah ini menampilkan inovasi dalam menyampaikan isu perubahan iklim dari dan untuk generasi muda.
Seri buku Bumiku Kelak yang informasinya dapat disimak di akun instagram @bumikukelak menggemakan anjuran PBB bahwa “suara anak-anak merupakan kekuatan global untuk perlindungan lingkungan hidup, dan pandangan mereka menambah perspektif dan pengalaman yang relevan sehubungan dengan pengambilan keputusan mengenai masalah lingkungan hidup di semua tingkatan.”
Secara keseluruhan, dampak perubahan iklim pada anak-anak adalah masalah multidimensional yang memerlukan perhatian dan tindakan segera dari semua pihak, termasuk pemerintah, sektor swasta, organisasi internasional, dan masyarakat. Melindungi anak-anak dari dampak perubahan iklim bukan hanya tanggung jawab moral, tetapi juga kunci untuk memastikan masa depan yang berkelanjutan dan adil bagi generasi baru.