Berlin di Jerman sering dikaitkan dengan sejarah besar yang membekas kuat di ingatan dunia. Kota ini menyimpan jejak perang, kehancuran, dan perpecahan yang diwakili Tembok Berlin. Dibangun tahun 1961 oleh otoritas Jerman Timur, tembok ini memisahkan Berlin Barat yang demokratis dari Berlin Timur yang berada di bawah rezim komunis.
Sepanjang hampir 30 tahun, tembok sepanjang 155 km dan setinggi lebih dari tiga meter itu bukan hanya penghalang fisik, tetapi juga lambang ideologi dan tragedi. Banyak orang kehilangan nyawa saat mencoba melintasinya demi mencari kebebasan. Ketika akhirnya runtuh pada 1989, Tembok Berlin menjadi saksi perubahan sejarah dunia—berakhirnya Perang Dingin dan lahirnya era baru bagi Jerman yang bersatu.
Namun menyusuri jalan-jalan di Berlin kini, terasa betapa kota ini tidak hanya hidup dari masa lalu. Berlin sedang menulis bab baru, tentang bagaimana sebuah kota bisa bangkit, bertransformasi, dan menjadi contoh dalam menghadapi tantangan lingkungan, perubahan iklim, serta keberlanjutan.
Perubahan itu terlihat jelas pada cara Berlin memperlakukan ruang-ruang yang dulunya identik dengan keterasingan atau industrialisasi. Bandara Tempelhof, yang dulu menjadi ikon geopolitik pada masa blokade Berlin, kini terbuka sebagai taman kota raksasa, ruang publik yang unik: orang bersepeda di landasan pacu, anak-anak bermain di padang rumput, komunitas menanam sayuran di kebun kota.
Contoh lain adalah Natur-Park Südgelände, hutan kecil yang tumbuh di bekas stasiun kereta. Alih-alih dihapus, rel-rel tua dibiarkan menjadi bagian dari ekosistem baru. Pohon-pohon besar tumbuh liar, burung dan serangga hidup berdampingan dengan karya seni yang dipasang di antara reruntuhan. Hasilnya adalah ruang yang terasa otentik, lahir dari sejarah sekaligus memeluk masa depan.
Komitmen Berlin terhadap keberlanjutan juga nyata dalam urusan transportasi. Kota ini dikenal ramah bagi pesepeda, dengan jalur yang semakin panjang dan terhubung. Transportasi umum berjalan efisien, memudahkan warga untuk bepergian tanpa mobil pribadi. Di pusat kota, Umweltzone hanya ada kendaraan dengan emisi rendah, sebuah kebijakan yang mempertegas keberpihakan pada udara bersih.
Tentu saja, Berlin tidak kebal terhadap dampak perubahan iklim. Gelombang panas yang melanda Eropa dalam beberapa tahun terakhir membawa suhu ekstrem yang berbahaya, terutama bagi kelompok rentan. Di sisi lain, hujan deras yang berujung banjir menambah daftar risiko. Realitas ini membuat kota menyusun strategi adaptasi: memperbanyak ruang hijau untuk menyerap panas, mengelola air hujan dengan cara baru, hingga merancang bangunan hemat energi.
Namun yang membuat Berlin istimewa adalah bagaimana masyarakat sipil turut bergerak. Banyak inisiatif lahir dari bawah, berakar pada semangat komunitas. Prinzessinnengarten (kebun kota) bukan hanya menghasilkan sayuran, tetapi juga membangun kesadaran akan pangan berkelanjutan. Orang datang tidak sekadar menanam, tetapi juga belajar, berdiskusi, dan menemukan kembali nilai solidaritas.
Berjalan di Berlin, terasa bahwa kota ini adalah laboratorium sosial dan ekologis. Dinding-dinding penuh mural, ruang terbuka yang hidup oleh interaksi, jalur sepeda yang kian ramai—semuanya menunjukkan bahwa kota bisa berubah tanpa kehilangan identitasnya. Bahkan, dari identitas itulah Berlin justru menemukan kekuatan untuk melangkah.
Berlin juga dikenal dengan keanggunan budayanya. Berliner Philharmoniker, orkestra kelas dunia yang bermarkas di gedung Philharmonie dengan arsitektur ikonik, menghadirkan musik yang menyentuh nurani. Setiap konsernya yang selalu dihadiri ribuan orang adalah pengalaman estetik yang menunjukkan bahwa keberlanjutan bukan hanya tentang alam, tetapi juga tentang merawat jiwa manusia lewat seni.
Tak heran bila setiap tahun Berlin Marathon menjadi magnet bagi puluhan ribu pelari dari seluruh dunia. Mereka melintasi jalan-jalan kota, melewati Gerbang Brandenburg yang dahulu saksi perpecahan, kini menjadi gerbang persatuan. Marathon ini bukan sekadar olahraga, tetapi juga perayaan daya tahan dan kebersamaan global. Di jalur yang dulunya penuh kawat berduri dan pos pemeriksaan, kini ada ribuan langkah yang menulis kisah baru tentang kehidupan, kesehatan, dan keberlanjutan.
Berlin memberi pesan sederhana tetapi kuat: masa depan bisa selalu dimulai kembali. Kota ini adalah bukti bahwa sejarah tidak harus membelenggu, melainkan bisa menjadi landasan untuk berinovasi.