Ganjar dan Pasal 33 UUD 1945

Ganjar perlu menegaskan Nasionalis Ideologis sebagai visi dan strategi, dalam mewujudkan Pasal 33 UUD 1945 sebagai agenda perjuangan.

Ilustrasi: Muid/ GBN.top

Sejak diumumkan sebagai capres oleh Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, pencapresan Ganjar Pranowo sontak merebak ke antero negeri. Beberapa bulan sebelumnya, saat Nasdem mencalonkan Anies Baswedan, dan Gerindra mencalonkan Prabowo Subianto sebagai capres, PDIP dianggap ‘lamban’ karena tak kunjung mengumumkan capres. Setelah PDIP menyatakan pencapresan Ganjar, pada 21 April 2023, di Istana Batu Tulis, keadaan berbalik cepat.

Kerja lapangan dan pengorganisasian massa-relawan segera dilakukan oleh Tim Kordinasi Relawan PDIP yang dikoordinir Ahmad Basarah.

Tentu saja PDIP nantinya akan membentuk gabungan partai pengusung Ganjar. Sejauh ini, siapa cawapres Ganjar belum diputuskan. Muncul sejumlah nama, seperti Prof Mahfud MD (Menkopolhukam), Sandiaga Uno (Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif), dan lain-lain.

Saya berharap Ganjar didampingi cawapres yang mendapat tingkat kepercayaan tinggi dari masyarakat. Figur yang memiliki integritas dan keberanian dalam mengeksekusi agenda penegakan hukum dan penyelamatan aset negara. Sosok bersih dan bebas dari problem masa lalu, yang menolak masuk ‘perangkap’ oligarki dan mafia. Serta berkomitmen mewujudkan kedaulatan rakyat dari kepentingan oligarki atau dinasti politik.

Seiring berjalannya proses pilpres, pengamat politik dan lembaga survei membuat kajian dan analisis politik seputar pilpres 2024. Umumnya yang menjadi perhatian pengamat adalah ‘siapa’ kandidat cawapres. Ketimbang ‘apa’ dan ‘bagaimana’ program dan agenda pasangan capres.

Tulisan ini ingin mengupas soal ‘apa’, terkait agenda dan misi capres-cawapres.

Mengapa Ganjar? Kebetulan penulis pernah aktif berinteraksi dalam Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) baik secara eksoterik maupun esoteris. Dalam interaksi itu salah satu hal yang menarik adalah sikap kader dan strategi perjuangan kaum “nasionalis-ideologis”.

Bagi aktivis GMNI, konsisten dengan pandangan ideologi nadionalisme adalah wujud dedikasi pada cita-cita para pendiri bangsa. Cita-cita untuk mewujudkan Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, makmur. Setia dan tidak mengkhianati Pancasila sebagai ideologi dan falsafah bangsa. Jujur dan berani melaksanakan pesan dan amanat pendiri bangsa yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai kehendak kebudayaan bangsa Indonesia.

Sejak Orde Baru hingga reformasi, saya selalu memilih ‘golput’. Pada dua pemilu terakhir (2014 dan 2019) saya mencoblos PDIP. Dengan penetapan Ganjar sebagai capres oleh PDIP, saya ingin mengulas “Ganjar dan Pasal 33 UUD 1945”.

Ketika Ganjar terpilih sebagai Presiden RI ke-8, itu harus diyakini sebagai hasil pemilihan yang kredibel dan terpercaya. Dengan anggaran 76 triliun rupiah, Pemilu harus menghasilkan presiden dan wakil presiden serta anggota DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota yang berkualitas. Setidaknya mengerti bagaimana menjalankan fungsi pengawasan, penganggaran, serta prinsip-prinsip perwakilan dan permusyawaratan rakyat.

Seharusnya hasil pemilu dan pilpres 2024 lebih baik secara kualitatif dibanding sebelumnya. Dimana bangsa kita semakin memasuki tahapan kematangan demokrasi perwakilan dan permusyawaratan yang bernafas Pancasila. Bukan membawa nafas ideologi trans-nasional serta jauh dari semangat ‘antek’ pihak-pihak asing yang hanya bertujuan mengeruk keuntungan untuk dibawa ke negara mereka masing-masing.

Anggaran Rp76 triliun sangat besar, jangan lagi ada korupsi dan salah kelola anggaran oleh pihak penyelenggara pemilu. KPU dan Bawaslu harus mengawal dengan semangat clean and good governance dan dedikasi yang tinggi untuk memajukan kualitas demokrasi di Indonesia dan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat.

Pasal 33 UUD 1945, bagi seorang politisi nasionalis, apalagi pernah aktif di GMNI, seperti Ganjar, tentu bukan sesuatu yang asing. Substansi Pasal ini, "Bumi, Tanah, Air beserta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai dan dikelola negara/pemerintah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat".

Jelas tertulis, “…untuk sebesar-besar kemakmuran Rakyat ----dengan R besar---, bukan sebesar-besarnya untuk kemakmuran konglomerat. Artinya, bila kekayaan alam Nusantara tidak dikelola untuk kepentingan rakyat, maka itu merupakan pengkhianatan terhadap konstitusi.

Seorang presiden patut menjadi teladan dan contoh dalam menjalankan kebajikan bagi rakyatnya, teladan dalam hal kehidupan yang bermoral dan beretika.

Fokus pada isu kedaulatan ekonomi adalah salah satu perintah 'ideologis’ pembukaan UUD 1945, yang wajib dilaksanakan oleh Presiden dan jajaran kabinet, yaitu memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan perdamaian dunia.

Tema kesejahteraan umum sangat berkaitan dengan isu mendasar, terkait penguasaan perekonomian oleh segelintir konglomerat. Karena itu, memajukan kesejahteraan umum, merupakan ‘perintah’ para pendiri bangsa, melalui pembukaan UUD 1945. Sebagai petunjuk arah ekonomi dan bagaimana mengelola kekayaan alam Nusantara. Agar dikelola dan digunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

Ganjar perlu menegaskan Nasionalis Ideologis sebagai visi dan strategi, dalam mewujudkan Pasal 33 UUD 1945 sebagai agenda perjuangan. Merdeka!

Penulis
Pemerhati Ekologi-Politik/Wakil Ketua Umum Gerakan Bhinneka Nasionalis/GBN

Tentang GBN.top

Kontak Kami

  • Alamat: Jl Penjernihan I No 50, Jakarta Pusat 10210
  • Telepon: +62 21 2527839
  • Email: [email protected]