Kejarlah Ijazahku Kau Kutangkap

Melacak jejak ijazah Jokowi melalui UU KIP

Komisi Pemilihan Umum (KPU) membatalkan SK No 731 yang baru dikeluarkan. Keputusan untuk menghalangi publik agar tidak bisa mengakses 16 jenis dokumen terkait pencalonan presiden dan wakil presiden. Surat Keputusan yang selain aneh juga melanggar hukum.

Nalar sehat kita bertanya-tanya, apa latar belakang KPU mendadak membuat SK aneh yang jelas melanggar UU Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) itu? Mudah diduga, SK itu spesial dibuat KPU agar misteri kegelapan dan kontroversi ijazah mantan Presiden Jokowi dan Wapres Gibran tetap menjadi misteri.

KPU sepertinya ingin melindungi bapak-anak, pimpinan "Geng Solo" ini dari sorotan publik, menutupi kepalsuan serta kegelapan latar belakang pendidikan dan ijazahnya. KPU juga ingin melindungi diri sendiri dari kecerobohan kinerjanya terkait ijazah ini. Keputusan No. 731 itu, jika tidak dibatalkan, jelas akan melanggar standar prosedur (SOP) KPU sendiri. Atau menunjukkan KPU bekerja tanpa memperhatikan SOP dalam memverifikasi dokumen pencalonan presiden.

Namun bukan cuma KPU yang ingin "menggelapkan" urusan ijazah Jokowi. Beberapa lembaga penting lainnya juga melakukan hal sama: Universitas Gajah Mada (UGM), Kepolisian, dan KPU Daerah.

Itulah temuan kami, setelah dua bulan terakhir berupaya mendapatkan kejelasan informasi soal ijazah Jokowi. Sejak Juli 2025 kami berempat, pegiat media dan informasi (Leony Lidya, Ahmad Akhyar, Herman, dan saya), mengunakan jalur resmi untuk mendapatkan sejumlah dokumen terkait ijazah Jokowi.

Mengikuti ketentuan aturan UU KIP, kami menyurati UGM, KPU Solo, KPU Jakarta, KPU Pusat dan kepolisian, meminta salinan sejumlah dokumen serta informasi yang bisa memastikan bahwa Jokowi benar memiliki ijazah asli UGM.

Permintaan kami ajukan sebagai hak warga negara untuk memastikan keabsahan dokumen publik, terkait pencalonan presiden, demi menjamin integritas proses demokrasi. Kepada UGM kami meminta kepastian apakah benar UGM pernah menerbitkan ijazah sarjana kehutanan atas nama Joko Widodo, pada November 1985? Apakah proses penerbitan ijazah tersebut telah sesuai dengan ketentuan akademik Fakultas Kehutanan UGM yang berlaku pada masa itu?

Selain itu, kami juga ingin memastikan bahwa UGM pernah menerima permintaan verifikasi dan legalisasi ijazah sarjana kehutanan atas nama Joko Widodo, dalam pencalonannya sebagai walikota Solo (2005 dan 2010), Gubernur DKI (2012), dan Presiden RI (2014 dan 2019).

Termasuk memastikan adanya dokumen yang menunjukkan bahwa UGM pernah menerima permintaan verifikasi dan legalisasi, beserta hasilnya, dari KPU, Bawaslu, dan penyidik kepolisian. Kami ingin memvalidasi bahwa UGM melakukan proses verifikasi dan legalisasi ijazah Jokowi dengan proses yang benar dan hasil yang benar.

Sayangnya, niat baik kami bertepuk sebelah tangan. Surat permintaan informasi publik yang kami ajukan ke UGM itu tidak dijawab dengan semestinya. Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) UGM cuma menjawab "kami tidak menguasai atau tidak memiliki" dokumen itu.

Yang kami minta, antara lain adalah: salinan Ijazah asli, transkip nilai akademik, Kartu Rencana Studi (KRS) dan Kartu Hasil Studi (KHS), laporan KKN, SK Yudisium, dokumen permintaan legalisir ijazah dan verifikasi dari KPU, standar operational prosedur (SOP) terkait penerimaan/penyerahan dokumen, dan lain lain.

Terhadap belasan jenis dokumen dan informasi yang kami minta itu, jawaban PPID UGM cuma tiga hal yang sama:
- Dokumen tidak dalam penguasaan kami;
- Dokumen saat ini dalam penguasaan Polda Metro Jaya untuk proses hukum;
- Dokumen belum ada.

Dalam soal yang begitu penting, terkait dokumen dan informasi salah satu "alumninya" yang menjadi presiden, PPID UGM tidak memiliki dokumen atau informasi apapun. Lantas untuk apa ada PPID di UGM, dan apa yang mereka kerjakan?

Dengan jawaban pendek, bernuansa algoritma robotik, UGM cuma sedang berdalih. Ingin lepas tangan dari kewajiban menyediakan dokumen dan informasi yang mestinya mereka kuasai serta miliki. Yang paling memprihatinkan, untuk lembaga selevel UGM, selain tidak memiliki salinan berbagai dokumen penting, juga tidak memiliki SOP yang mengatur tata kelola proses pendokumentasian kebijakan akademik. Atau, UGM sengaja bersekongkol untuk menggelapkan informasi ijasah Jokowi?

Perilaku gelap UGM itu telah menular ke KPU, dengan coba-coba membuat peraturan No. 731. Peraturan untuk menghardik publik agar tidak mempersoalkan keaslian ijazah Jokowi. KPU ingin menutupi kesalahannya, tidak menjalankan proses verifikasi dan validasi dengan benar, dengan melanggar ketentuan UU KIP. Menganggap ijazah Jokowi adalah "informasi yang dikecualikan".

KPU sengaja berniat melanggar prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dan hak publik atas informasi, yang dijamin oleh UU KIP. Demi melindungi Jokowi, KPU ingin menghilangkan hak publik. UGM, KPU, dan Parcok telah berkomplot untuk "menggelapkan" informasi tentang ijazah Jokowi.

Namun langkah KPU dan sikap UGM, alih-alih menghentikan, justru semakin membuat kami ingin mengejar otentitas ijazah Jokowi. Blunder UGM dan KPU tidak akan menghentikan upaya kami menegakkan hak publik untuk mendapatkan informasi, yang dijamin oleh UU KIP dan konsitusi.

Publik sedang mengejar kebenaran ijazah Jokowi, dan latar pendidikan Gibran. Kami, dan sejumlah individu atau kelompok lain, mengejar kebenaran itu melalui prosedur UU KIP. Upaya kami sejauh ini dijegal oleh UGM dan KPU. Di sisi lain, publik yang mempersoalkan melalui validasi forensik dan diskusi podcast, seperti yang dilakukan Roy Suryo, Rismon Sianipar, dkk., berpotensi ditersangkakan.

Kontroversi soal ijasah Jokowi, dua tahun terakhir, semakin mirip kisah komedi slapstick "Kejarlah Daku Kau Kutangkap". Dagelan politik yang tidak lucu, intervensi kekuasaan (Parcok) dan persekongkolan lembaga penting (UGM dan KPU) untuk menutupi kebenaran misteri ijazah Jokowi.

Upaya kami untuk mengejar dan menangkap jejak ijazah Jokowi, melalui UU KIP masih akan berlanjut. (Bersambung)

Pemimpin Redaksi
Jurnalis Senior, Kolumnis

Tentang GBN.top

Kontak Kami

  • Alamat: Jl Penjernihan I No 50, Jakarta Pusat 10210
  • Telepon: +62 21 2527839
  • Email: [email protected]