Politik Prabowo-Jokowi, Siapa Pegang Kendali?

Politik tanpa etika dan penuh kepura-puraan.

Ilustrasi: Muid/ GBN.top

Ada ungkapan "tidak ada kawan atau lawan abadi dalam politik, yang ada cuma kepentingan". Kini kebenaran ungkapan klise politik oportunistik itu sedang dipertontonkan Jokowi dan Prabowo.

Rasanya baru kemarin dua politikus itu berseteru pada Pilpres 2014 dan 2019. Perseteruan sengit yang membelah rakyat Indonesia menjadi dua kubu, cebong dan kampret (lalu kadrun).

Kini dua mantan-musuh itu bersatu, bahu-membahu untuk satu kepentingan: melanjutkan kekuasaan.

Pertanyaannya, siapa sebenarnya pemegang kendali persekongkolan politik Prabowo -Jokowi ini? Berikut tiga skenario, soal siapa pemegang kendali, dan kemungkinan yang akan terjadi:

Jokowi pegang kendali: Selama proses pembentukan koalisi partai-partai pengusung capres-cawapres, hingga keputusan calon jadi, Jokowi jelas memegang kendali.

Dengan popularitas dan otoritasnya, termasuk menggunakan taktik politik sandera, yang dikenal dengan istilah "politik sprindik" (surat perintah penyidikan, kasus korupsi yang membelit sejumlah menterinya), Jokowi berhasil mengendalikan Prabowo dan parpol-parpol Koalisi Indonesia Maju, untuk mengikuti apapun kemauan politiknya.

Termasuk patuh dan tunduk untuk mengusung Gibran Rakabuming sebagai cawapres, dengan membajak Mahkamah Konstitusi. Jokowi akan terus memegang kendali dan cawe-cawe selama masa kampanye, sampai pengumuman siapa pemenang Pilpres (Juli 2024).

Prabowo pegang kendali: Setelah pemenang Pilpres diumumkan, dan anggaplah Prabowo menang, terpilih sebagai presiden, maka saat itu juga Prabowo mengambil alih kendali.

Semua mata, telinga, dan perhatian akan fokus pada Prabowo, politikus sibuk cari muka pada Prabowo agar mendapat posisi, menjadi menteri, dan jabatan lain. "Jokowi who? Siapa Jokowi?"

Jokowi berangsur-angsur akan obscure, samar, kurang mendapat perhatian. Bagaimana pula nasib legasinya, kelanjutan proyek infrastruktur, termasuk proyek IKN Nusantara? Tergantung mood-nya Prabowo.

Yang jelas, langkah pertama yang akan dilakukan Prabowo adalah menyingkirkan bayang-bayang Jokowi, agar ia tidak sekedar menjadi presiden boneka Jokowi.

Bagaimana dengan Wakil Presiden Gibran, apakah bisa memainkan peran? Tentu, sejauh Prabowo mau memberinya peran. Seperti peran Wapres Maruf Amin di era Jokowi.

Jokowi - Prabowo kehilangan kendali: Jika kalah dalam kontestasi Pilpres, Jokowi dan Prabowo selain kehilangan kendali, bakal diungkap persekongkolan politiknya. Politik sprindik menyandera parpol, skandal keputusan MK, proses pencawapresan Gibran, termasuk penetapan Kaesang sebagai Ketua PSI.

Detil kisah sejumlah persekongkolan itu akan terungkap. Karena kalah, akan muncul konflik-konflik internal di parpol anggota Koalisi Indonesia Maju.

Saling menyalahkan, dan kemungkinan bermunculan mosi tidak percaya, bahkan pengambil-alihan kepengurusan di sejumlah partai.

Jokowi dan Prabowo akan pecah kongsi, dan masing-masing berupaya mencari selamat atas petualangan dan manuver politik memalukan yang telah mereka lakukan. Politik tanpa etika dan penuh kepura-puraan.

Pemimpin Redaksi
Jurnalis Senior, Kolumnis

Tentang GBN.top

Kontak Kami

  • Alamat: Jl Penjernihan I No 50, Jakarta Pusat 10210
  • Telepon: +62 21 2527839
  • Email: redaksi.gbn@gmail.com