Presiden Jokowi mengajak dua calon presiden, Ganjar Pranowo dan Prabowo, blusukan ke Pasar Grogolan Baru, Pekalongan. Blusukan dilakukan usai menghadiri Muktamar Sufi Internasional, 29 Agustus 2023. Prabowo adalah ketua panitia acara dan Ganjar hadir sebagai Gubernur Jawa Tengah.
Acara blusukan itu diskenariokan menjadi "momen keakraban", sebagai tontonan teater politik. Ibarat raja yang mengajak dua patihnya untuk naik panggung bersama, sebelum pertarungan memperebutkan kursi yang akan ditinggalkannya dimulai. Jokowi sedang menunjukkan pengaruhnya sebagai "King Maker".
Dua bakal calon presiden dari dua koalisi partai politik yang berbeda ini, Ganjar dan Prabowo, bakal bertarung di Pilpres 2024. Momen blusukan keakraban presiden dan dua capres itu kontras dengan suasana "pertarungan" yang sudah berkecamuk di akar rumput.
Di media sosial pertarungan sengit wacana dukung-mendukung capres, sudah mengeras. Kampanye negatif untuk Prabowo dan Ganjar telah ramai di media sosial. Slogan "orang baik tidak pilih penculik" untuk Prabowo, berseliweran bersama pesan asosiatif "pornografi" ditujukan untuk Ganjar Pranowo.
Cuma soal waktu, benturan terbuka antara Ganjar dan Prabowo akan terjadi, saat pengumuman resmi pasangan capres-cawapres nanti. Namun yang lebih menarik, dan sedang terjadi di bawah permukaan, potensi bakal terjadinya benturan antara Presiden Jokowi dan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri.
Kecenderungan Jokowi untuk menegasi PDIP, dengan mendukung Prabowo, Capres Gerindra, semakin kentara. Setelah bertebaran baliho promosi capres Prabowo bersama Jokowi, kini muncul baliho Prabowo bersama Gibran Rakabuming Raka sebagai pasangan Capres-Cawapres dalam Pilpres 2024, yang akan diusung Partai Gerindra dan koalisinya.
Isyarat dukungan politik melalui baliho itu mengkonfirmasi gosip yang bertebaran dalam ruang sosial, terkait sikap pemihakan Jokowi. Agak kurang lazim secara kesantunan politik, Jokowi "mengizinkan" foto dirinya dan putranya dipakai sebagai obyek promosi politik pencapresan Prabowo. Sebagai sesama kader PDIP, lebih logis jika foto Jokowi bersanding dengan Ganjar Pranowo, capres yang diusung PDIP.
Memasangkan Prabowo - Gibran sebagai capres-cawapres, kalaupun ini sekadar permainan wacana politik, jelas tidak bisa dianggap main-main. Apalagi disertai upaya formal untuk merevisi UU Pemilu, terkait batas usia minimal capres-cawapres menjadi 35 tahun, di Mahkamah Konstitusi.
Orkestrasi teater politik, dari promosi baliho hingga revisi UU Pemilu, demi memuluskan rencana Gibran untuk bisa dicalonkan sebagai Cawapres Prabowo, adalah permainan politik yang "berbahaya". Bisa menjadi bencana politik bagi Jokowi, setidaknya dalam kaitan relasinya dengan Megawati dan PDIP, sebagai partai yang mendukungnya selama dua periode menjadi presiden.
Bukan lagi menjadi rahasia, persaingan senyap, antara Jokowi dan Megawati untuk menjadi penentuan siapa yang akan terpilih menjadi presiden pada Pilpres 2024. Siapa yang akan menjadi "the real king maker" dalam pencalonan capres-cawapres. Megawati dengan posisinya sebagai ketua partai pemenang versus Jokowi sebagai sosok politikus yang sangat populer. Persaingan yang wajar, kalau saja keduanya bukan dari parpol yang sama.
Dalam beberapa bulan ke depan akan terungkap, siapa yang lebih memiliki pengaruh kuat di mata rakyat pemilih sebagai king maker sesungguhnya. Tes untuk menguji antara pengaruh kedigdayaan "mesin partai" melawan "popularitas personal."
Potensi adanya plot twist dari pertunjukan teater politik pertarungan dua king maker ini selalu terbuka. Keduanya, boleh jadi, pada detik-detik terakhir bisa bermufakat dan bersepakat untuk mengusung pasangan capres-cawapres yang sama.
Kemungkinan plot twist itu terbuka jika ada mufakat pasangan Ganjar-Prabowo atau Prabowo-Ganjar sebagai capres-cawapres. Satu tarik-menarik skenario teater politik yang mungkin saja saat ini masih sedang ditulis dan dinegosiasikan.
Sebagai sebuah tontonan teater, tentu, akrobat politik oportunistik Pilpres itu menarik. Penonton, rakyat yang memberikan suara, terus bertanya-tanya, berteka-teki, bergelak-tawa, bergosip-ria, sebagian bertarung kata-kata, ingin tahu bagaimana kelanjutan kisah dan kemungkinan ending-nya. Siapa king atau queen-maker sebenarnya?
Dalam drama teater Shakespeare, membedakan apakah kisahnya komedi atau tragedi bisa dilihat dari ending-nya: Komedi, jika kisah berakhir dengan perkawinan, berpasangan, atau reuni; Tragedi, jika kisah berakhir dengan perpisahan, percekcokan, atau kematian tragis. Mari kita tunggu teater politik Pilpres saat ini, apakah akan menjadi komedi atau tragedi?