Pakar hukum tata negara Herdiansyah Hamzah mengatakan tuntutan yang diajukan Tim Hukum Nasional Anies-Muhaimin (THN AMIN) agar diselenggarakan pemungutan suara ulang tanpa Gibran masuk akal. Tuntutan agar hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) yang sudah diumumkan pada Rabu 20 Maret 2024 dibatalkan juga dinilai realistis.
Saat berbicara, seperti dikutip dari Tempo, Senin 25 Maret 2024, pria yang biasa disapa Castro ini mengatakan pihak yang menganggap tuntutan pasangan calon (paslon) nomor urut 01 itu tidak realistis justru adalah orang yang melihat Pemilihan Umum (Pemilu) hanya sebatas angka-angka normatif.
"Tapi bagi yang memandang Pemilu sebagai sebuah prinsip, tuntutan pembatalan pasangan prabowo-gibran itu make sense (masuk akal)," kata Castro.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Samarinda ini menjelaskan pada Pilpres 2019 kubu Prabowo-Sandiaga juga mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Salah satu dalil yang diajukan adalah Ma'ruf Amin yang saat itu masih menjadi Ketua Dewan Pengawas di sejumlah bank syariah. Gugatan itu pun kandas karena ditolak MK.
Menurut Castro situasinya saat ini berbeda. Pasalnya terdapat pelanggaran etik berat dalam kasus Gibran. Sehingga legitimasi hasil Pilpres 2024 layak dipertanyakan. Anwar Usman yang saat itu menjadi Ketua MK juga telah diberhentikan setelah mendapat sanksi dari Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Castro yakin peluang gugatan yang diajarkan THN AMIN lebih besar ketimbang permohonan pada Pilpres 2019. Meskipun menurutnya semua tergantung MK.
"Jadi, hal yang wajar dan realistis kalau pembatalan masuk dalam tuntutan. Tidak bisa MK hanya berpatokan pada angka-angka, tapi harus mengedepankan prinsip dan keadialan Pemilu," ujar Castro.
Pendapat serupa sebelumnya disampaikan pakar hukum tata negara Feri Amsari yang menyebut tututan paslon Anies-Muhaimin adalah wajar. Feri mengatakan mengubah Undang-Undang melalui putusan MK adalah sebuah kecurangan.
"Bagi saya, mengubah undang-undang melalui putusan MK adalah bagian dari sandiwara kecurangan proses penyelenggaraan Pemilu," kata Feri.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas ini menuturkan, putusan MK soal batas usia capres-cawapres sangat kental dengan nuansa kolusi dan nepotisme. Pasalnya keputusan itu dikeluarkan mendekati pelaksanaan proses Pemilihan Umum (Pemilu).
Feri menegaskan, hal itu adalah upaya mencurangi proses Pemilu. Sehingga wajar saja pihak-pihak yang merasa dirugikan mengajukan permohonan ke MK.
"Paman meloloskan keponakan demi tujuan elektoral-elektoral tertentu," ujarnya.
Seperti diketahui Tim Hukum Nasional Anies-Muhaimin (THN AMIN) resmi mengajukan gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum atau PHPU ke MK. Dalam gugatan yang didaftarkan pada Kamis 21 Maret 2024, THN AMIN menuntut diselenggarakan pemungutan suara ulang tanpa keikutsertaan Gibran Rakabuming Raka.
"Kami mengharapkan diadakan pemungutan suara ulang tanpa diikuti oleh calon wakil presiden nomor 02 (Gibran Rakabuming Raka) saat ini," kata Ketua Tim Hukum Nasional (THN) AMIN, Ari Yusuf Amir dalam keterangannya usai mendaftarkan gugatan ke MK.
Ari mengatakan pencalonan putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu dari awal sudah bermasalah. Ari menambahkan posisi Gibran sebagai cawapres mendampingi Prabowo bisa diganti siapa saja.



