Prabowo Sudah Pensiun, Pengamat: Pemberian Pangkat Kehormatan Ilegal

Kenaikan pangkat hanya berlaku untuk anggota TNI aktif dan bukan purnawirawan

Presiden Jokowi memberikan pangkat kehormatan Jenderal bintang empat kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta, Rabu 28 Desember 2024

Keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan pangkat kehormatan kepada Prabowo Subianto menuai sorotan berbagai pihak. Keputusan tersebut dinilai bertentangan dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) tidak mengenal bintang kehormatan sebagai pangkat kemiliteran.

Pengamat politik dan militer Halili Hasan mengatakan pemberian pangkat kehormatan kepada Prabowo Subianto tidak tepat. Pasalnya Menteri Pertahanan itu saat sudah bersatatus purnawirawan. Sedangkan pemberian kenaikan pangkat hanya berlaku bagi anggota TNI aktif.

“Bintang sebagai pangkat militer untuk perwira tinggi hanya berlaku untuk TNI aktif, bukan purnawirawan atau pensiunan,” kata Halili.

Saat memberikan keterangan pers, Rabu 28 Februari 2024, Halili menerangkan berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, tanda kehormatan bintang terbagi menjadi Bintang Gerilya, Bintang Sakti, Bintang Dharma, Bintang Yudha Dharma, Bintang Kartika Eka Pakçi, Bintang Jalasena, dan Bintang Swa Bhuwana Paksa.

Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 18 Tahun 2012 menyebutkan kenaikan pangkat istimewa diberikan kepada pegawai negeri sipil (PNS) dengan prestasi luar biasa baik. Sedangkan kenaikan pangkat luar biasa (KPLB) diberikan ke prajurit yang mengemban penugasan khusus dengan pertahanan jiwa dan raga secara langsung dan berjasa dalam panggilan tugasnya.

Halili menegaskan Prabowo tidak masuk dalam kedua kualifikasi tersebut. Terlebih Prabowo mengakhiri karir di dunia militer bukan karena sudah memasuki usia pensiun. Melainkan diberhentikan melalui KEP/03/VIII/1998/DKP dan Keppres Nomor 62 Tahun 1998.

“Dengan demikian, keabsahan pemberian bintang kehormatan itu problematik. Sebuah kontradiksi jika sosok yang diberhentikan dari dinas kemiliteran, kemudian dianugerahi gelar kehormatan kemiliteran,” ujar Halili.

Direktur Eksekutif Setara Institute menyebut, pemberian gelar kehormatan jenderal bintang empat ke Prabowo adalah bentuk penghinaan terhadap hak asasi manusia (HAM). Selain itu juga telah merendahkan para korban penculikan saat terjadinya peristiwa 1998.

Pasalnya Dewan Kehormatan Perwira (DKP) menyatakan Prabowo terbukti terlibat dalam kasus penculikan aktivis sehingga dikenakan sanksi pemberhentian dari TNI.

“Maka, langkah politik Jokowi tersebut nyata-nyata bertentangan dengan hukum negara tentang pemberhentian Prabowo, dan pada saat yang sama melecehkan para korban dan pembela HAM yang hingga detik ini terus berjuang mencari keadilan,” ujarnya.

Dari segi etika, pemberian pangkat kehormatan kepada Prabowo juga tidak tepat. Seharusnya Jokowi sebagai Presiden lebih memikirkan nasib rakyat yang sedang mengalami kesulitan ekonomi akibat naiknya harga beras dan kebutuhan pokok lainnya.

Setara Institute pun mendesak Jokowi agar membatalkan pemberian bintang kehormatan kemiliteran untuk Prabowo.

“Jika tuntutan ini diabaikan, maka semakin jelaslah bahwa di ujung periode pemerintahannya, Presiden Joko Widodo lebih sering menampilkan tindakan politik dan pemerintahan yang bertentangan dengan hukum, melawan arus aspirasi publik, dan mengabaikan hak asasi manusia,” tutur Halili.

Jurnalis GBN

Tentang GBN.top

Kontak Kami

  • Alamat: Jl Penjernihan I No 50, Jakarta Pusat 10210
  • Telepon: +62 21 2527839
  • Email: [email protected]