Degayu: Against the Shore

“Degayu: Against the Shore,” sebuah film dokumenter yang dipersembahkan untuk warga dunia yang sadar akan krisis lingkungan, namun belum menyadari sebesar dan sedekat apa sebenarnya dampak dari krisis iklim. 

Ilustrasi: Muid/ GBN.top

Aktor film dan sutradara ternama Robert Redford beserta anggota keluarganya tiada henti mendedikasikan hidup mereka untuk melindungi planet Bumi. Di tahun 2005, Robert dan putranya, James, yang juga pembuat film dan aktivis lingkungan, mendirikan The Redford Center, satu-satunya organisasi nirlaba yang khusus membuat film bertema lingkungan hidup.  

The Redford Center, percaya bahwa film adalah salah satu alat paling ampuh untuk menggeser budaya, membangun empati, mewakili komunitas garis depan, dan menggerakkan masyarakat untuk bertindak demi lingkungan yang lebih baik. Selama lebih dari 15 tahun, organisasi itu telah memproduksi dan mendukung 150 film dan kampanye lingkungan, termasuk perubahan iklim yang merupakan masalah lingkungan global.  

Memperkaya upaya The Redford Center, ada film dokumenter dari Indonesia “Degayu: Against the Shore,” dipersembahkan untuk warga dunia yang sadar akan krisis lingkungan, namun belum menyadari sebesar dan sedekat apa sebenarnya dampak dari krisis iklim. Sekaligus mengajak mereka yang tidak terdampak untuk berpikir, apa yang dapat dilakukan dalam membantu komunitas di garis depan?  

Film dokumenter baru yang berdurasi 25 menit ini berkisah tentang komunitas pesisir di kelurahan Degayu, Kota Pekalongan. Permukiman di sana telah terendam secara permanen sejak 2017 dan menurut proyeksi, pada 2035 akan terbengkalai dan perlahan tenggelam. Masyarakat Degayu kini sedang berjuang, beradaptasi  dengan keadaan, serta membuktikan bahwa mereka dapat membangun daya tahan menghadapi krisis  iklim.  

Film diproduksi dan dipublikasi oleh ClimArt, salah satu gerakan pemuda Youth Climate Reality Leaders, yang mengkreasikan medium untuk inisiatif solusi dan aksi krisis iklim. Ini dilakukan melalui karya seni untuk lebih menyentuh sanubari masyarakat terutama para pemuda. Produksi film ini bekerja sama dengan Mercy Corps Indonesia, Adaptation Fund - Kemitraan, dan Kelurahan Degayu.  

Ahsania AR Aghnetta, sutradara film dokumenter tersebut, secara mengharukan menggambarkan dampak banjir rob sebagai salah satu konsekuensi krisis iklim serta menunjukkan upaya adaptasi, dan perlunya memperjuangkan solusi untuk mengatasi masalah. Menariknya, film ini dibuat dengan dua pendekatan dokumenter yang bertolak belakang, yaitu memaparkan fakta lapangan, diselingi oleh kepekaan perasaan tentang hubungan manusia dengan krisis yang dihadapi. Film juga diiringi gaya puitis, gerak tari, dan lagu ciptaan pemuda Pekalongan.  

Degayu: Against the Shore,”  merupakan salah satu tonggak pencapaian dalam perjalanan Aghnetta, yang ketika berusia 8 tahun menonton film Al Gore, “An Inconvenient Truth,” tentang krisis iklim dan dampaknya. Aghnetta kecil menangis dan bertanya kepada ibunya: kenapa susah sekali memperbaiki bumi, jadi kita semua akan mati? Ia kemudian aktif dalam berbagai kegiatan lingkungan hidup, mengikuti Youth Leadership Camp for Climate Crisis di usia 16 tahun, dan bersama kawan-kawannya membuat beberapa video musik tentang alam dan lingkungan hidup.  

Mungkin itu semua  yang membuat sang sutradara, yang kini berusia 23 tahun, dengan cepat menyelesaikan pendidikannya dengan predikat cum laude dari Institut Seni Budaya Indonesia, Program Studi Televisi dan Film.  

Aghnetta berharap film dokumenter “Degayu: Against the Shore” dapat menginspirasi lebih banyak orang untuk berperan menyuarakan kegelisahan atas krisis iklim melalui hal yang mereka minati. Bahasan krisis iklim yang umumnya dibawakan pada forum akademisi dan pemerintahan serta cenderung saintifik, serius dan formal, sekarang dapat dilihat dan diperhatikan oleh para pegiat seni.  

Premier film dan diskusi “Degayu: Against the Shore” akan berlangsung besok di Kineforum – Studio Asrul Sani, Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Organisasi yang berminat memutar film ini di tempatnya masing-masing dapat mengirimkan pesan langsung ke akun instagram @climaterealityina.   

Merenungkan James Redford yang di sebut di awal tulisan ini, ia telah berpulang di tahun 2020 dengan meninggalkan semangat dan jejak mendalam pada gerakan lingkungan dan industri film. Putranya yang juga pembuat film dan aktor, Dylan Redford, terpilih sebagai Ketua Dewan Direksi The Redford Center, lembaga nirlaba yang terus menggunakan kekuatan bercerita melalui film untuk mendorong tindakan dan menghubungkan masyarakat dengan solusi.  

Kolumnis
Pegiat Harmoni Bumi

Tentang GBN.top

Kontak Kami

  • Alamat: Jl Penjernihan I No 50, Jakarta Pusat 10210
  • Telepon: +62 21 2527839
  • Email: redaksi.gbn@gmail.com