Nol Sampah di Dunia Fesyen

Langkah kecil seperti membeli lebih sedikit namun lebih berkualitas, memilih produk lokal yang beretika, memperbaiki pakaian yang rusak, dan menyumbangkan baju layak pakai bisa menjadi kontribusi nyata menuju dunia fesyen yang lebih berkelanjutan.

Ilustrasi: Muid/GBN.top

Perserikatan Bangsa-Bangsa mengangkat industri fesyen dan tekstil sebagai tema utama pada peringatan International Day of Zero Waste atau Hari Internasional Nol Sampah yang diperingati pada 30 Maret 2025.

Sebagai sektor yang selama ini dikenal dengan citra glamor, fesyen dan tekstil sesungguhnya menyimpan jejak ekologis yang berat. Industri fesyen menyumbang sekitar sepuluh persen emisi karbon global penyebab perubahan iklim, lebih besar dari gabungan emisi industri penerbangan dan pelayaran internasional. Selain itu, lebih dari 92 juta ton limbah tekstil dihasilkan setiap tahun, sebagian besar berakhir di tempat pembuangan akhir atau dibakar, mencemari tanah dan udara.

Indonesia berada di posisi yang unik: sebagai salah satu eksportir utama tekstil dan produk garmen, sekaligus sebagai negara yang terdampak oleh banjir pakaian bekas dari luar negeri.

Industri tekstil menyerap jutaan tenaga kerja dan menopang ekonomi nasional, namun juga berkontribusi pada krisis sampah yang kian memprihatinkan. Limbah ini bukan hanya berupa pakaian tak terpakai, tetapi juga potongan kain, sisa pewarna, dan air limbah dari proses produksi.

Masuknya pakaian bekas impor ilegal juga memperparah situasi. Selain menekan produk lokal, limbah ini berisiko menumpuk tanpa sistem daur ulang yang memadai.

Pemerintah telah melarang praktik impor pakaian bekas, namun tantangan utamanya adalah memperkuat sistem ekonomi sirkular dalam industri fesyen nasional.

Di tengah tantangan tersebut, berbagai inisiatif mulai bermunculan di Indonesia. Sejumlah desainer lokal dan pelaku industri kreatif mulai mengadopsi pendekatan nol sampah dalam proses desain dan produksinya. Mereka menciptakan pakaian dari limbah tekstil, memanfaatkan kain perca, mengembangkan pola potong yang tidak menyisakan limbah, serta memperpanjang siklus hidup produk dengan konsep perbaikan dan penggunaan kembali.

Label seperti Sejauh Mata Memandang, SukkhaCitta, dan Setali Indonesia menjadi contoh bagaimana nilai keberlanjutan bisa diterapkan dalam dunia fesyen, tanpa mengorbankan estetika. Mereka mengangkat kekuatan narasi lokal, menggandeng perajin tradisional, dan mengedukasi konsumen agar lebih bijak dalam memilih dan merawat pakaian.

Rantai Tekstil Lestari merupakan sebuah asosiasi yang terdiri atas pelaku sektor swasta, desainer mode, akademisi, organisasi non-pemerintah, serta pemangku kepentingan lainnya yang memiliki visi serupa dalam mendorong keberlanjutan di sepanjang rantai nilai industri tekstil, pakaian, dan fesyen di Indonesia.

Melalui berbagai kegiatannya, Rantai Tekstil Lestari berupaya mendorong perubahan perilaku konsumen yang lebih peduli terhadap lingkungan, mempromosikan praktik yang bertanggung jawab dan berkelanjutan di seluruh rantai pasok, memfasilitasi kolaborasi antar pelaku industri dan pemangku kepentingan, serta terus meningkatkan kapasitas dan pengetahuan tentang praktik industri yang ramah lingkungan dan beretika.

Namun perubahan sistemik tidak bisa hanya datang dari produsen. Peringatan Hari Nol Sampah menjadi pengingat bahwa konsumen memiliki peran penting dalam menciptakan perubahan. Pola konsumsi fesyen yang impulsif dan berbasis tren cepat (fast fashion) perlu dikaji ulang.

Budaya membeli pakaian secara berlebihan saat diskon atau menjelang hari raya menyumbang pada menumpuknya pakaian yang jarang dipakai dan cepat dibuang. Langkah kecil seperti membeli lebih sedikit namun lebih berkualitas, memilih produk lokal yang beretika, memperbaiki pakaian yang rusak, dan menyumbangkan baju layak pakai bisa menjadi kontribusi nyata menuju dunia fesyen yang lebih berkelanjutan.

Sementara itu di tingkat global, Program Lingkungan PBB (UNEP) dan Badan PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) menerbitkan Sustainable Fashion Communication Playbook, sebuah panduan bagi para komunikator di industri fesyen global untuk menyelaraskan komunikasi yang berorientasi pada konsumen dengan target keberlanjutan. Panduan ini menyoroti pentingnya mengubah komunikasi fesyen guna mendukung sektor fesyen yang berkelanjutan dan sirkular, dengan menekankan peran pemasar, manajer merek, pembuat citra, media, dan influencer. 

Dengan menjadikan industri fesyen sebagai fokus Hari Internasional Nol Sampah 2025, PBB mengingatkan bahwa keindahan seharusnya tidak meninggalkan jejak kerusakan. Bagi Indonesia, ini adalah peluang untuk menguatkan kebijakan, mendorong inovasi lokal, dan membangun kesadaran kolektif. Dari lemari pakaian hingga lantai pabrik, masa depan nol sampah hanya bisa dicapai jika semua pihak bergerak bersama.

Kolumnis
Pegiat Harmoni Bumi

Tentang GBN.top

Kontak Kami

  • Alamat: Jl Penjernihan I No 50, Jakarta Pusat 10210
  • Telepon: +62 21 2527839
  • Email: redaksi.gbn@gmail.com