Transformasi Politik Jokowi, dari Populisme ke Mobsterisme

Negara yang berbasis masyarakat adab (civil society) harus diperjuangkan. Agar Indonesia tidak jatuh dalam politik mobsterisme.

Ilustrasi: Muid/ GBN.top

Dalam anekdot politik ada dua jenis "kejahatan terorganisir" (organized crime), yaitu di sektor swasta atau di sektor pemerintahan. Kejahatan teroganisir di luar pemerintahan dikenal dengan istilah mafia, atau mobster.

Namun, jangan salah, di dalam pemerintahan bisa juga cara-cara mafia dipakai. Ketika kekuasaan memusat di satu tangan, dan ada pemujaan berlebihan pada sosok penguasa itu.

Ini yang sedang terjadi pada Jokowi, menjelang Pilpres 2024. Jokowi melakukan operasi-operasi politik ala mafia atawa mobster. Memanipulasi sistem pseudo-demokrasi dan kultur feodal di Indonesia.

Jokowi berubah menjadi capo dei capi (the Godfather), yang dikelilingi para penasehat dan operator lapangan (consigliere). Dan Jokowi tahu bagaimana memainkan praktik-praktik "black market" (pasar gelap) politik: dengan mengintimidasi, menyuap, membagi-bagi, jabatan posisi dan rezeki kepada mereka yang loyal padanya. Jokowi dan keluarganya tidak memiliki sofistikasi untuk memahami etika politik, terkait apa yang mereka lakukan.

Permainan politik Jokowi, untuk memperluas pengaruh dan memperkuat kekuasaan, dilakukan di bawah meja atau di balik layar, dan kemudian seolah-olah menggunakan mekanisme politik legislasi formal sebagai justifikasi. Ini mulai terlihat dalam soal Revisi UU KPK dan pengesahan UU Cipta Kerja (Omnibus Law).

Aksi-aksi mobsternya berlanjut, dari soal wacana tiga periode, menunda pemilu, skandal MK, menyawapreskan Gibran, menjadikan Kaesang ketua PSI, termasuk yang baru-baru ini terungkap meminta penghentian penyidikan kasus korupsi E-KTP.

Praktik-praktik politik mafioso-mobster, di balik layar itu, satu per-satu bakal muncul dan terungkap. Karena kejahatan dan bau busuk tidak bisa terus disembunyikan.

Kisah transformasi politik Jokowi, sebagai narasi, mirip kisah naiknya para capo dei capi, pimpinan mobster, seperti dalam film-film mafia ala Hollywood. Dimulai dari kesederhanaan, menjadi sukses, kemudian berkuasa, dan ogah turun tahta secara elegan. Bahkan bereskalasi menjadi ambisi mewariskan kekuasaannya.

Menjelang Pilpres 2024, segala kecurangan digunakan untuk memastikan kemenangan. Memakai Satpol untuk menggasak baliho dan spanduk lawan politik; memobilisasi dukungan aparat desa, mengintimidasi posko relawan pesaing, hingga menyuap ormas agama dengan konsesi tambang. Bahkan diktator seperti Soeharto, tidak pernah secanggih ini dalam menyabot proses memenangkan Pemilu.

Jokowi telah bertransformasi dari politikus merakyat yang bahkan sering diolok-olok “plonga--plongo”, menjadi jago strategi politik untuk mengecoh kawan dan lawan politiknya.

Jika memakai analisa politik normal dan pemikiran nalar, manuver politik Jokowi, kerap membingungkan, atau sulit ditebak. Polah politiknya melahirkan sejumlah narasi dan teori konspirasi yang tidak logis bahkan mengada-ada.

Misalnya Jokowi dan Megawati dianggap sedang bermain sandiwara politik untuk mencegah menangnya kaum radikal agama Anies Baswedan. Atau Jokowi dianggap sedang memainkan politik bunuh diri (suicidal), mengorbankan diri, atau melakukan kamikaze politik, demi persatuan dan kemajuan bangsa. Sejumlah dalih naratif untuk membenarkan politik curang dan culas Jokowi.

Prinsip politik berbasis nilai, etika, dan demokrasi perlu dijaga dari politik praktis bergaya mobster. Urusan negara tidak boleh dipermainkan oleh ambisi kekuasaan satu keluarga. Dulu Indonesia, selama 32 tahun, dipermainkan oleh keluarga Soeharto, kini sembilan tahun terakhir Indonesia dipermainkan oleh keluarga Jokowi. Apa kesamaan permainan politik gila kuasa dua keluarga ini? Mereka memakai Prabowo.

Kita yang ingin memastikan tegaknya demokrasi, civil society, etika politik, perlu waspada, dan gigih melawan praktik politik mobsterisme Kejahatan politik terorganisir, yang kini merajalela menjelang Pemilu 2024. Negara yang berbasis masyarakat adab (civil society) harus diperjuangkan. Agar Indonesia tidak jatuh dalam politik mobsterisme.

Pemimpin Redaksi
Jurnalis Senior, Kolumnis

Tentang GBN.top

Kontak Kami

  • Alamat: Jl Penjernihan I No 50, Jakarta Pusat 10210
  • Telepon: +62 21 2527839
  • Email: redaksi.gbn@gmail.com