Keberadaan organisasi kemasyarakatan (Ormas) dinilai telah menganggu investasi di Indonesia. Terutama akibat tindakan premanisme terhadap pelaku usaha. Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira, menyebut keberadaan oknum ormas nakal sangat berpengaruh pada minat investasi ke Indonesia.
"Itu (ormas) masuk list masalah terbesar berusaha di Indonesia kategori Crime and Theft atau kriminalitas yang tinggi," tuturnya.
Saat memberikan pernyataan, seperti dikutip dari kompas.com, Minggu 16 Maret 2025 Bhima mencontohkan, ormas nakal dapat mengganggu distribusi barang dari kawasan industri menuju pelabuhan. Akibatnya, pelaku usaha harus membayar jasa keamanan, pungutan liar (pungli), maupun tunjangan hari raya (THR) ke ormas.
Ada juga ormas yang menuntut perusahaan menyerap tenaga kerja dari anggota-anggota kelompok mereka. Padahal, mereka tidak punya kualifikasi yang dibutuhkan perusahaan.
"Situasi ini membuat investor tidak nyaman, akhirnya biaya siluman terlalu tinggi dan memutuskan untuk relokasi ke negara lainnya," ujarnya.
Bhima menjelaskan kondisi tersebut bisa berimbas ke angka Incremental Capital Output Ratio (ICOR) tinggi di atas enam. Hal ini membuat daya saing Indonesia rendah.
Incremental Capital Output Ratio adalah rasio yang menunjukkan besaran tambahan modal yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu unit tambahan output.
Premanisme di Indonesia menurut Bhima, bahkan lebih parah ketimbang Vietnam. Pemerintah negara tersebut hanya memberikan sedikit ruang bagi ormas. Sedangkan di Indonesia justru ormas justru dimanfaatkan menjadi tim sukses saat pemilihan umum, maupun dukungan bagi politikus lokal.
"Di Vietnam, ruang bagi premanisme dan ormas sangat sempit karena pemerintahnya cukup tegas melakukan monitoring dan penindakan terhadap segala bentuk penyuapan atau pungli ke ormas," imbuhnya.
Selain Keberadaan ormas nakal, minat investor ke Indonesia rendah karena faktor lain seperti maraknya korupsi dan ketidakpastian kebijakan pemerintah.
Keresahan akan keberadaan ormas sebelumnya pernah disampaikan Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri (HKI) Indonesia Sanny Iskandar. Menurutnya aksi premanisme yang dilakukan ormas telah membuat negara rugi ratusan triliun rupiah akibat batalnya investasi.
"Kalau dihitung semuanya, ngitungnya bukan cuma yang keluar, tapi yang nggak jadi masuk juga. Itu bisa ratusan T (triliun)," katanya.
Saat berbicara dalam tayangan di Kompas TV, Kamis 6 Februari 2025, Sanny menyebut aksi premanisme ormas telah menganggu keamanan kawasan industri. Aksi demonstrasi seringkali dilakukan dengan menutup jalan di depan pabrik yang menyebabkan jalur distribusi bahan baku dan barang jadi terhambat.
Gangguan ormas juga dalam bentuk memaksa ikut membangun atau bekerja di pabrik. Anggota ormas juga kerap meminta uang transportasi, katering, atau membeli sesuatu dari pihak pabrik.
Sanny mencontohkan anggota salah satu ormas bersragam loreng yang bahkan sampai menyegel pabrik di kawasan industri. Hal ini dinilai meresahkan pelaku industri.
Beberapa kawasan yang menjadi langganan aksi premanisme ormas menurut Sanny adalah Bekasi, Karawang, Jawa Timur, dan Batam menjadi salah satu kawasan yang raman premanisme ormas.