Minyak argan kerap dijuluki liquid gold (emas cair) karena manfaatnya yang luas dan nilainya yang tinggi. Dalam bidang kecantikan, kandungan alaminya menjadikannya pelindung efektif bagi kulit dan rambut—digunakan sebagai serum wajah, pelembap, sampo, masker rambut, sabun, hingga minyak pijat.
Selebriti dunia seperti Kim Kardashian, Eva Mendes, Angelina Jolie, Lady Gaga, dan Selena Gomez menggunakan minyak argan untuk menjaga kelembapan, kilau, dan kesehatan kulit serta rambut secara alami.
Sementara dalam dunia kuliner, minyak argan, setelah melalui proses pemanggangan ringan, dapat dikonsumsi. Biasa digunakan sebagai dressing salad, pelengkap roti khas Maroko, atau bahan masakan dengan cita rasa kacang yang khas. Kandungan asam lemak tak jenuh dan vitamin E yang tinggi menjadikan minyak argan baik untuk menjaga kesehatan jantung.
Namun di balik kilau namanya, tersembunyi kisah panjang tentang pohon purba, lanskap semi-kering, dan perempuan-perempuan suku Berber di Maroko yang menjaga warisan leluhur mereka. Bukan sekadar produk perawatan kulit, minyak argan menyimpan makna ekologis, etis, dan sosial yang mendalam.
Pohon Argania spinosa merupakan tanaman endemik yang hanya tumbuh secara alami di wilayah barat daya Maroko. Jenis pohon ini diyakini telah ada sejak jutaan tahun lalu dan mampu bertahan di tanah berbatu, musim kemarau yang panjang, serta curah hujan yang minim. Ketangguhan tersebut menjadikannya bagian penting dari ekosistem—menahan erosi, menjaga kelembapan tanah, serta menyediakan naungan dan habitat bagi berbagai spesies. Dalam konteks perubahan iklim, argan termasuk spesies yang mampu beradaptasi terhadap panas ekstrem dan kekeringan.
Namun status ekologisnya tak selalu berbanding lurus dengan keberlanjutannya. Permintaan dunia terhadap minyak argan terus meningkat, memicu eksploitasi berlebihan. Beberapa wilayah mengalami eksploitasi yang tak terkendali, deforestasi, dan tekanan dari praktik penggembalaan yang intensif. Kambing-kambing yang memanjat pohon untuk memakan daun dan buah argan menjadi simbol tantangan regenerasi pohon yang terhambat. Perubahan iklim memperburuk kondisi ini—dengan musim kering yang semakin panjang dan suhu yang terus meningkat.
Di tengah tantangan tersebut, muncul kekuatan dari akar rumput. Produksi minyak argan di Maroko sebagian besar dilakukan oleh koperasi perempuan Berber. Dalam proses tradisional yang diwariskan lintas generasi, setiap biji argan dikeringkan, dibelah dengan tangan untuk mengambil inti bijinya, lalu digiling menjadi pasta. Pasta tersebut kemudian diperas hingga menghasilkan minyak. Untuk menghasilkan satu liter minyak argan, diperlukan sekitar 20 jam kerja manual—sebuah proses yang memadukan ketekunan, kearifan lokal, dan kekuatan komunitas.
Banyak koperasi kini mengadopsi praktik berkelanjutan: hanya memanen buah yang telah jatuh, tidak menggunakan bahan kimia dalam proses ekstraksi, dan menjalin kemitraan perdagangan yang adil. Sejumlah produk telah memperoleh sertifikasi organik dan fair trade, menegaskan bahwa minyak argan dapat menjadi produk yang ramah lingkungan sekaligus memperkuat posisi ekonomi perempuan pedesaan.
Indonesia bukan negara penghasil minyak argan, karena pohonnya tidak tumbuh di luar Maroko. Namun, kontribusi tetap diberikan dalam bentuk lain. Beberapa pelaku usaha di Tanah Air mengimpor minyak argan murni bersertifikasi, lalu mengolahnya menjadi produk kecantikan yang memenuhi standar keamanan dan keberlanjutan—mulai dari sertifikasi organik hingga label halal dan izin edar. Konsumen yang memilih produk dengan jejak rantai pasok yang transparan secara tidak langsung mendukung kelestarian pohon argan dan kesejahteraan komunitas produsen di Maroko.
Untuk meningkatkan kesadaran dunia tentang pentingnya konservasi pohon argan dan ekosistemnya, Perserikatan Bangsa-Bangsa menetapkan tanggal 10 Mei sebagai Hari Internasional Argania. Bukan sekadar momentum seremonial, hari ini menjadi pengingat global akan pentingnya nilai-nilai keberlanjutan, solidaritas lintas wilayah, dan keadilan sosial dalam perdagangan bahan alam.
Minyak argan bukan sekadar tren kecantikan. Ia merupakan simbol keterhubungan antara alam dan manusia, antara ekonomi dan etika, antara sejarah dan masa depan. Di tengah krisis iklim dan ketimpangan global, pemaknaan ulang terhadap sebuah produk menjadi penting—bukan hanya dari kemasannya yang indah, tetapi dari proses, relasi, dan nilai yang melatarbelakanginya. Argan mengajarkan bahwa estetika sejati lahir dari keseimbangan, bukan dari eksploitasi.