Kota Cali di Kolombia, Amerika Selatan yang dikenal sebagai “Ibukota Salsa Dunia,” tahun ini menjadi tuan rumah pertemuan Convention on Biological Diversity (CBD) atau Konvensi Keanekaragaman Hayati. CBD adalah kesepakatan internasional yang bertujuan melindungi keanekaragaman hayati, mempromosikan pemanfaatan berkelanjutan sumber daya alam, dan memastikan bahwa manfaatnya terbagi secara adil.
Keanekaragaman hayati merupakan pilar untuk membangun peradaban karena berbagai sumber daya yang disediakannya untuk kesejahteraan manusia. Sering dipahami sebagai diversitas tanaman, hewan dan mikroorganisme, sebenarnya keanekaragaman hayati juga mencakup perbedaan genetika dalam setiap spesies dan juga berbagai ekosistem seperti danau, hutan, gurun, dan lanskap pertanian, yang menampung beraneka jenis interaksi di antara manusia, tanaman, dan hewan.
Diresmikan pada KTT Bumi Rio de Janeiro pada 1992, CBD lahir dari keprihatinan atas kerusakan alam yang terus terjadi. Melalui COP atau Conference of the Parties, negara-negara berkumpul setiap dua tahun untuk memperbarui strategi dan meninjau target pelestarian alam.
Konferensi di Cali dengan slogan “Damai Dengan Alam” berlangsung dari 21 Oktober hingga 1 November 2024 dengan diskusi yang fokus pada konservasi keanekaragaman hayati, keadilan lingkungan, serta peran masyarakat adat dan lokal dalam membentuk masa depan yang berkelanjutan.
Di kota dengan jumlah penduduk hampir 3 juta jiwa tersebut, pembahasan mengenai implementasi Kunming-Montreal Global Biodiversity Framework (GBF) benar-benar dimulai. Kerangka kerja ini merupakan hasil kesepakatan tahun 2022 pada COP15 di Montreal, Kanada, untuk melindungi keanekaragaman hayati.
GBF memiliki tujuan utama untuk menghentikan dan membalikkan hilangnya keanekaragaman hayati demi kesejahteraan manusia dan planet, dengan visi “hidup selaras dengan alam” pada tahun 2050.
Ada empat tujuan utama GBF, yaitu memulihkan ekosistem, menggunakan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan, berbagi manfaat sumber daya genetik secara adil, dan menyediakan sarana implementasi seperti dana dan kerja sama ilmiah. Salah satu target penting GBF adalah melindungi 30% daratan dan lautan dunia pada tahun 2030, dikenal sebagai “target 30x30.”
Target “30x30” menjadi perhatian utama di COP16, mencerminkan harapan global untuk mengamankan ekosistem penting demi masa depan bumi. Target ini bukan tanpa tantangan karena sering kali, negara-negara berkembang menghadapi dilema besar antara kebutuhan ekonomi dan konservasi alam. Maka, COP16 di Cali menjadi ajang yang tidak hanya berfokus pada penetapan target, tetapi juga membahas solusi nyata dan dukungan praktis untuk membantu negara-negara mewujudkannya.
Upaya konservasi keanekaragaman hayati tidak bisa hanya diserahkan kepada pemerintah atau perusahaan besar. Komunitas lokal dan masyarakat adat memainkan peran penting dalam menjaga alam. Mereka adalah garda terdepan yang telah hidup harmonis dengan lingkungan dan memahami cara berinteraksi tanpa merusak. Negara-negara didorong untuk lebih serius melibatkan komunitas lokal dan masyarakat adat sebagai mitra sejati dalam upaya pelestarian alam, bukan hanya sebagai penerima keputusan.
Menjelang akhir COP16, dengan 23.000 peserta yang terdaftar sebagai anggota delegasi negara-negara, ada dua hal utama yang disepakati, yaitu Rencana Kerja untuk Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal yang memberikan jalur implementasi Kerangka Kerja Kunming-Montreal, serta kesepakatan global untuk melindungi kawasan laut berkelanjutan di perairan internasional. Kesepakatan laut, yang dicapai setelah delapan tahun negosiasi, menargetkan 30% kawasan laut terlindungi pada 2030 melalui identifikasi area ekologi penting (EBSAs).
Negosiasi menghadapi tantangan pada isu-isu penting, termasuk pendanaan untuk melindungi 30% keanekaragaman hayati dunia pada 2030, pendirian badan tetap untuk masyarakat adat, dan pembayaran atas penggunaan data genetik alam. Negara kaya, yang berjanji memberikan $20 miliar per tahun untuk konservasi hingga 2025 dan naik ke $30 miliar pada 2030, dinilai kurang berkomitmen.
Keanekaragaman hayati bukan sekadar kekayaan alam yang bisa diabaikan begitu saja, karena menjadi fondasi kehidupan yang menopang ketahanan pangan, air bersih, kesehatan, dan keseimbangan iklim. Dengan demikian, kesepakatan global untuk melindunginya akan terus dicari dan perundingan akan terus berlanjut pada COP17 tahun 2026 di Armenia, Asia Barat Daya.