Di hari kelima perundingan perubahan iklim di Baku, Azerbaijan, Sekretaris Jenderal PBB António Guterres menunjukkan dukungannya terhadap para aktivis muda di COP29. Dalam sebuah pertemuan, perwakilan pemuda dan aktivis lingkungan mengungkapkan kekecewaan atas lambatnya respons politik terhadap krisis ini.
“Kemarahan kalian sangat wajar. Saya pun merasakan hal yang sama,” ujar Guterres melalui unggahannya di media sosial “Saya marah karena kita berada di ambang kehancuran iklim, sementara tindakan yang diambil belum menunjukkan urgensi atau komitmen politik yang cukup untuk menangani keadaan darurat ini.”
Berbeda dari sesi formal biasanya, diskusi kali ini diinisiasi oleh Youth Advisory Group dan YOUNGO, komunitas pemuda resmi di bawah Konvensi Kerangka Kerja untuk Perubahan Iklim (UNFCCC). Forum tersebut memberi ruang bagi para aktivis muda untuk berbagi pandangan, tantangan, serta ide-ide konkret dalam menghadapi krisis iklim.
Dalam dialog yang berlangsung, para peserta menyampaikan aspirasi dan kekhawatiran mereka, serta menawarkan langkah-langkah nyata untuk menciptakan masa depan yang lebih aman dan berkelanjutan. Bagi mereka, perubahan iklim bukan hanya isu global, tetapi juga kenyataan sehari-hari yang harus segera diatasi.
Sejalan dengan kekhawatiran para pemuda, di Paviliun Indonesia, hari ini berlangsung sebuah talk show bertajuk “Green World, Intergenerational Climate Action” yang diinisiasi oleh The Climate Reality Project Indonesia. Acara “Dunia Hijau, Aksi Iklim Lintas Generasi” ini dirancang sebagai wadah untuk bertukar wawasan, berbagi praktik terbaik, dan mendiskusikan solusi inovatif dalam mengatasi krisis iklim dengan melibatkan berbagai kelompok usia dan pemangku kepentingan. Talk show menyoroti pentingnya aksi kolektif dalam upaya penurunan emisi global sebagai upaya melawan perubahan iklim.
Topik yang dibahas mencakup peran generasi muda dalam aksi iklim, inisiatif multi-pihak yang sukses, kebijakan dan regulasi untuk pengurangan emisi, serta teknologi dan praktik inovatif yang mendukung keberlanjutan. Selain itu, juga menggali manfaat sosial-ekonomi dari pengurangan emisi, serta menghubungkan strategi lokal dengan tantangan global.
Tujuan utama talk show ini adalah membangun kolaborasi yang lebih erat di antara berbagai pemangku kepentingan—pemerintah, sektor swasta, LSM, akademisi, dan masyarakat sipil—untuk merancang aksi iklim yang komprehensif. Platform ini juga menjadi ajang berbagi pengalaman dari berbagai sektor dan konteks, sekaligus mendiskusikan cara memperkuat kebijakan pengurangan emisi.
Diskusi dipandu oleh Ari Adipratomo, Manager Kebijakan dan Advokasi dari Climate Reality Indonesia, dengan pembicara-pembicara yang telah berkontribusi nyata di bidangnya. Beberapa di antaranya adalah Meg Bearor, International Field Senior Manager dari The Climate Reality Project yang membahas kampanye global pengurangan emisi, serta Amanda Katili Niode, Direktur Climate Reality Indonesia, yang mengulas pentingnya keterlibatan komunitas pemuda.
Ikbal Alexander, pendiri Kertabumi Recycling Center, memaparkan penerapan dan tantangan bank sampah di Indonesia. Sedangkan Nithi Nesadurai, Direktur dan Koordinator Regional dari Climate Action Network Southeast Asia yang membahas transisi energi berkeadilan di Asia Tenggara.
Momen penting penutup talk show disampaikan oleh Febrina Intan, Presiden Direktur PT Taman Wisata Candi, yang berbagi pengalaman pengelolaan situs warisan budaya di Indonesia, yaitu kawasan Candi Prambanan, dan candi Borobudur, untuk menyikapi perubahan iklim.
Paparan para pembicara di Paviliun Indonesia sejalan dengan pendapat bahwa suara generasi muda adalah kunci dalam membentuk langkah-langkah efektif untuk menghadapi krisis iklim global.
Generasi muda, termasuk kelompok yang sering terpinggirkan seperti anak-anak dan penyandang disabilitas, harus mendapatkan tempat dalam pengambilan keputusan, karena mereka adalah pihak yang paling terdampak perubahan iklim dalam jangka panjang.
Sekretaris Jenderal PBB António Guterres mengatakan: “Para ilmuwan iklim, aktivis, dan generasi muda terus menuntut perlunya aksi nyata terhadap perubahan iklim. Mereka harus didengar, bukan diabaikan. Bagi saya, dialog dengan mereka—baik di COP29 maupun sepanjang tahun—sangatlah penting.
”Kesaksian dan upaya mereka, pesan Guterres, merupakan fondasi utama untuk memastikan masa depan yang lebih aman dan berkelanjutan.