Ketika COP28 – Konferensi PBB untuk Perubahan Iklim – baru saja dimulai di Dubai pada 30 November lalu, diperkirakan 70.000 orang akan menghadiri acara tersebut. Namun, setelah berjalan selama satu minggu, jumlah peserta yang terdaftar telah melonjak menjadi 110.000 dan akan terus bertambah sampai acara berakhir 12 Desember.
Seperti tertulis pada kolom minggu lalu tentang “COP28 Dubai – Navigasi Iklim Global”, ada ribuan kegiatan di sana, meliputi negosiasi utama, acara sampingan, acara paralel, pameran, dan paviliun dari berbagai negara.
Salah satunya, talk show di Paviliun Indonesia dengan judul “Coffee in A Changing Climate – Impacts and Solutions” atau “Kopi Dalam Perubahan Iklim – Dampak dan Solusi”.
Kopi, sebagai minuman yang sangat populer di seluruh dunia dengan lebih dari 400 miliar cangkir yang dikonsumsi setiap tahunnya, merupakan tanaman yang sangat peka terhadap perubahan iklim. Akibatnya, lahan ideal untuk menanam kopi menjadi lebih langka, dan hasil serta kualitas biji kopi menurun, yang berujung pada harga kopi yang lebih tinggi bagi konsumen.
Talk show di Dubai yang diadakan oleh Climate Reality Indonesia, mengeksplorasi hubungan yang rumit antara produksi dan konsumsi kopi dengan perubahan iklim, dengan menampilkan suara para pemangku kepentingan.
Leila Yassine dari Rainforest Alliance menyoroti pentingnya keselarasan antara alam dan pertanian kopi. Don Henry dari The Climate Reality Project membahas tentang interaksi antara narasi kopi dan keadilan iklim. Sementara itu, Hanna Astaranti dari Climate Reality Indonesia memaparkan kisah pemberdayaan perempuan petani kopi.
Perubahan iklim menjadi tekanan bagi para petani kopi, yang terpaksa mencari lokasi yang lebih tinggi dan lebih dingin untuk menanam kopi. Ketahanan iklim bagi para petani dan masyarakat lokal menjadi penting, demikian juga upaya mengurangi emisi karbon di lahan pertanian, hutan, dan area pedesaan.
Meski manusia memiliki solusi untuk menghadapi tantangan perubahan iklim, faktor keadilan tidak boleh diabaikan. Masyarakat harus menjadi pusat dari solusi yang adil, dan konsumen kopi di seluruh dunia harus membeli kopi dari sumber yang berkelanjutan.
Proses produksi kopi, yang umumnya didominasi oleh laki-laki, kini juga melibatkan perempuan yang berusaha keras untuk menjadi bagian dari proses tersebut. Mereka mulai mengambil peran sebagai petani dan terlibat dalam proses produksi yang sulit, serta berusaha menjadi bagian dari budaya kopi, tidak hanya sebagai konsumen.
Pada acara di Paviliun Indonesia, suara generasi muda yang diwakili Aldira Soetjipto (15 tahun) menyoroti pentingnya aksi perubahan iklim dan ini diterima dengan baik oleh generasi muda yang hadir. Rinaldi Nurpratama, pendiri dan pemilik Dua Coffee, berbagi wawasan pragmatis dari pengalamannya di industri kopi, dengan menekankan pentingnya praktik sadar iklim dalam ritual minum kopi sehari-hari.
Aldira, yang masih duduk di bangku sekolah menengah, pernah menghadiri “Youth Leadership Camp for Climate Crisis - Coffee Camp.” Ia tinggal beberapa hari di perkebunan kopi, belajar menanam benih kopi, memetik buah kopi yang matang, dan menyaksikan proses pemanggangan biji kopi. Bersama alumni Coffee Camp, ia kemudian berkunjung ke café milik Dua Coffee untuk melihat bagaimana konsumen menikmati kopi mereka.
Aldira berharap semakin banyak anak muda yang mempelajari topik ini karena akan sangat terkait dengan masa depan mereka.
Dua Coffee, milik Rinaldi Pratama, yang memiliki beberapa kafe di Jakarta dan satu di Washington DC, bertujuan untuk menjadi kedai kopi yang berkelanjutan. Rinaldi sangat prihatin dengan dampak perubahan iklim terhadap produksi kopi dan berharap dunia usaha dan konsumen menjadi lebih ramah lingkungan. Ia mengumumkan, dalam waktu dekat akan membuka gerai di Amsterdam dengan label Hejo, sebuah kafe ramah lingkungan yang melibatkan kopi untuk dunia yang lebih baik.
Pada acara di Paviliun Indonesia juga diluncurkan sebuah ebook berjudul “Youth Alchemy – Coffee and Climate” yang dapat diunduh di sini.
Diakhiri dengan icip-icip kopi Indonesia seduhan Rinaldi, talk show “Coffee in a Changing Climate – Impacts and Solutions” yang dihadiri oleh peserta dari berbagai bangsa, merupakan seruan untuk melakukan tindakan kolektif di semua tingkatan. Juga menekankan peran penting yang dimainkan oleh setiap pemangku kepentingan dalam menciptakan masa depan kopi yang berkelanjutan di tengah perubahan iklim.