Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menilai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta dan tiga hakim lainnya layak dihukum mati. Pasalnya mereka telah ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka suap penanganan korupsi ekspor minyak kelapa sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO).
Saat berbicara melalui akun X pribadinya @JimlyAs, Senin 14 April 2025, Jimly mengecam keras perbuatan yang menurutnya biadab. Para tersangka yang merupakan aparat penegak hukum telah makukan pengkhianatan terhadap keadilan.
“Hakim biadab seperti ini pantas dituntut hukuman mati," kata Jimly.
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia ini menyebut perbuatan para hakim itu tersangka tidak hanya mencederai integritas lembaga peradilan, tetapi juga mempermalukan profesi. Sebagai seorang hakim seharusnya mereka menjadi benteng terakhir dalam penegakan keadilan.
Jimly pun berharap Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak ragu memberikan tuntutan hukuman maksimal, bahkan hukuman mati. Tindakan ini guna memberikan efek jera dan memulihkan kepercayaan publik terhadap hukum.
"Meskipun di UU KUHP baru, pidana mati disertai masa percobaan 10 tahun, tidak apa. Yang penting untuk efek jeranya, dituntut saja pidana mati,” tegas Jimly.
Sebelumnya pada Minggu 13 April 2025, Kejaksaan Agung telah menetapkan tujuh tersangka suap penanganan korupsi ekspor minyak kelapa sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO).
Empat diantaranya berprofesi sebagai hakim PN Jakarta Pusat, yakni Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom serta Muhammad Arif Nuryanta Ketua PN Jakarta Selatan yang sebelumnya menjadi Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.
Selain itu ada juga Wahyu Gunawan selaku Panitera Muda Perdata pada PN Jakarta Utara serta Marcella Santoso dan Ariyanyo selaku pengacara korporasi,
Arif diduga menerima suap Rp 60 miliar saat menangani perkara tersebut. Sedangkan Djumyanto, Agam dan Ali diduga menerima suap masing-masing sebesar Rp 22,5 miliar agar memberikan vonis lepas dalam kasus yang melibatkan tiga perusahaan itu.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12C juncto 12B juncto 6 ayat 2 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Menariknya, salah satu tersangka, yakni Ali Muhtarom adalah anggota majelis hakim yang memimpin persidangan perkara dugaan korupsi impor gula dengan tersangka mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong. Setelah ditetapkan sebagai tersangka, posisi Ali Muhtarom pun digantikan oleh Alfis Setiawan.