Negara-negara kaya menggunakan sumber daya enam kali lebih banyak dan menghasilkan dampak iklim 10 kali lebih besar daripada negara-negara berpenghasilan rendah. Penggunaan sumber daya yang berlebihan ini merupakan penyebab tiga krisis di Planet Bumi, yaitu perubahan iklim, kerusakan alam, dan pencemaran. Demikian laporan Program Lingkungan PBB (UNEP) berjudul The Global Resources Outlook 2024 yang diluncurkan di UNEA-6.
UNEA atau United Nations Environment Assembly yang juga dikenal sebagai "parlemen dunia tentang lingkungan" dibentuk pada 2012, diselenggarakan setiap dua tahun, dan merupakan badan pengambil keputusan tertinggi di bidang lingkungan hidup global. Tujuannya sederhana: membantu memulihkan harmoni antara manusia dan alam, serta meningkatkan taraf hidup masyarakat paling rentan di dunia.
Pada pertemuan UNEA keenam 26 Februari – 1 Maret, lebih dari 7.000 delegasi mewakili 182 negara anggota PBB (termasuk Indonesia) dan sekitar 170 menteri berkumpul di Kota Nairobi, Kenya. UNEA-6 fokus pada bagaimana multilateralisme dapat membantu mengatasi tiga krisis planet bumi, dan mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan, dan melindungi lingkungan).
Dalam konteks UNEA, multilateralisme berarti kerja sama antar negara-negara anggota untuk mengatasi isu-isu lingkungan global secara bersama-sama. Ini mencakup pembuatan kebijakan, negosiasi, dan implementasi tindakan.
Setelah konferensi dengan delegasi yang berdebat tentang berbagai hal, UNEA-6 kemudian mengadopsi 15 resolusi dan 2 keputusan, serta Deklarasi Menteri UNEA-6 untuk memastikan UNEP memenuhi mandatnya sebagai agen PBB terdepan dalam memfasilitasi "aksi multilateral yang efektif, inklusif, dan berkelanjutan.
Di antara resolusi yang diadopsi, adalah panduan tentang bagaimana dunia dapat berbuat lebih baik dalam melindungi lingkungan selama dan setelah konflik, dan yang lainnya menangani cara terbaik untuk memerangi penggurunan. Majelis juga mempromosikan gaya hidup berkelanjutan, termasuk sustainable fashion, hingga pengelolaan bahan kimia dan limbah yang baik, serta mengatasi badai pasir dan debu.
The Global Resources Outlook 2024 memberikan rekomendasi untuk produksi dan konsumsi sumber daya secara berkelanjutan, yaitu melembagakan tata kelola sumber daya dan menentukan jalur penggunaannya, mengarahkan pembiayaan menuju penggunaan sumber daya berkelanjutan, dan mengarusutamakan pilihan konsumsi berkelanjutan. Selain itu juga menjadikan perdagangan sebagai mesin pemanfaatan sumber daya yang berkelanjutan, serta menciptakan solusi dan model bisnis yang sirkular, hemat sumber daya, dan berdampak rendah.
International Institute for Sustainable Development mencatat dialog kepemimpinan di UNEA-6 tentang bagaimana mengarahkan kembali aliran keuangan global yang merugikan alam agar menuju transisi hijau.
Salah satu pemikiran utama yang terungkap adalah kebutuhan mendesak untuk mengembangkan taksonomi hijau, yaitu kerangka kerja yang dikembangkan untuk identifikasi dan kategorisasi aktivitas ekonomi atau investasi yang dianggap berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Para pemimpin juga menekankan bahwa ancaman eksistensial yang kita hadapi—mulai dari perubahan iklim hingga kehilangan biodiversitas—tidak dapat diatasi hanya dengan "hukum pasar". Sebaliknya, diperlukan sebuah pakta multilateral baru yang lebih inklusif, dengan lebih banyak negara bergabung dan berkomitmen untuk beraksi bersama.
Selanjutnya, adalah penting untuk membangun dan memberdayakan institusi lingkungan dan regulasi, sambil juga meluncurkan agenda transformasional mengatasi tiga krisis Planet Bumi.
Menanggapi tantangan apakah multilateralisme lingkungan masih bermakna, pada dialog kepemimpinan lainnya, Direktur Eksekutif UNEP Inger Andersen mengingatkan delegasi tentang kesuksesan negosiasi lingkungan multilateral terbaru. Di antaranya Kerangka Kerja Biodiversitas Global, Kerangka Kerja Global tentang Bahan Kimia, Perjanjian tentang Konservasi dan Penggunaan Berkelanjutan Keanekaragaman Hayati Laut di Luar Yurisdiksi Nasional (Perjanjian BBNJ), dan operasionalisasi Dana Kerugian dan Kerusakan.
UNEA-6 juga menyoroti pentingnya kerja sama melalui perjanjian lingkungan multilateral (MEA), dengan menetapkan Multilateral Environmental Agreements Day - Hari Perjanjian Lingkungan Multilateral pertama. Ini ditandai dengan diskusi sehari penuh pada 28 Februari untuk meningkatkan hubungan dengan MEA.
Hasil dari UNEA-6 akan masuk ke dalam upaya kolaboratif global lainnya menuju keberlanjutan, termasuk Summit of the Future - KTT Masa Depan yang akan diadakan di Markas Besar PBB di Kota New York pada bulan September.