Pasar Hijau Bersahaja: Tradisional Berpadu Kontemporer

Tempat di mana nilai-nilai tradisional dan prinsip-prinsip kontemporer saling mendukung, menciptakan pengalaman yang harmonis dengan alam sekitar.

Ilustrasi: Muid/ GBN.top

Pasar Ambuwa di Desa Huntu Selatan, Provinsi Gorontalo, menjadi representasi keindahan dan keragaman budaya Indonesia. Pasar ini tidak hanya tempat untuk menghargai karya seni dan menjajakan ragam kuliner yang sebagian besar bahan bakunya berasal dari daerah itu sendiri, tetapi juga menjadi wujud simbolik dari komunitas yang saling terhubung dan peduli terhadap lingkungan hidup.  

Pesan dari nama "ambuwa" sendiri, yang berarti sekumpulan orang yang berkumpul di satu tempat, resonan dengan suasananya. Di sini, produsen dan konsumen bergabung memelihara dan memperkaya budaya lokal dengan alat tukar yang unik: keping tempurung.  

Langkah inovatif ini bukan hanya menciptakan pengalaman belanja yang autentik, namun juga membantu mengurangi sampah plastik karena pasar menghindari kantong plastik sekali pakai, sedotan, dan varian plastik lainnya yang tidak ramah lingkungan.

Konsep mirip pasar petani atau "farmers’ market" ini, tempat pemilik hasil pertanian dan peternakan berinteraksi dengan pembelinya, memang bukan hal baru; ia memiliki sejarah panjang yang terbentang ribuan tahun. Di  Mesir kuno 5000 tahun lalu penjual dan pembeli tidak  bertransaksi dengan uang, sedangkan barang dinilai berdasarkan beratnya.  

Blog Covent Garden Market yang membahas sejarah Farmers’ Market mencatat pasar petani pertama di Amerika Utara diadakan pada tahun 1600-an sebagai sarana utama bagi pelanggan perkotaan untuk mengakses daging, susu, dan produk segar. Pada tahun 1800-an dan 1900-an, pasar petani tidak hanya penting bagi keberhasilan ekonomi, namun juga interaksi sosial karena sering kali merupakan satu-satunya sarana bagi masyarakat pedesaan dan perkotaan untuk bertemu.  

Pada tahun 1950-an dan 1960-an, dengan perbaikan jalan dan transportasi berkecepatan tinggi, serta masuknya toko kelontong, pasar petani mulai menghilang. Namun, pada tahun 1970-an, pasar petani menjadi popular kembali, terutama untuk memperoleh langsung bahan-bahan segar. Tempat itu juga merupakan sarana pendidikan yang sangat baik tentang perekonomian lokal, pertanian secara umum, masalah lingkungan yang berkaitan dengan sistem pangan, dan pengetahuan tentang pangan termasuk  cara menyiapkannya, dan menyantapnya.  

Pasar Ambuwa yang diadakan dua kali setiap bulannya dirawat dengan sepenuh hati oleh Huntu Art Distrik, sebuah studio lintas bidang yang memelihara berbagai unsur seni, lingkungan, dan budaya lokal. Meski demikian, mereka dengan rendah hati mengakui bahwa aktivitas di situ belum segigih Pasar Papringan di Jawa Tengah, yang telah menjadi lambang dan otentisitas, menggabungkan tradisi dengan pendekatan modern.  

Di Pasar Papringan, yang menawarkan beragam kuliner lokal, hasil pertanian, dan kerajinan tradisional, pengunjung dapat merasakan keharmonisan yang diciptakan melalui integrasi tradisi dan keberlanjutan. Pasar Papringan dibentuk dan dikelola oleh sekelompok anak muda Dusun Ngadiprono. Mereka tergabung dalam Komunitas Mata Air yang peduli pada upaya konservasi lingkungan.  Mata uang bambu menggantikan uang kertas dan bungkus plastik ditinggalkan demi wadah anyaman bambu yang ramah bumi.  

Lebih dari sekadar tempat transaksi, kedua pasar ini membentuk pusat komunitas, menumbuhkan hubungan antar manusia sambil mengajarkan kepentingan keberlanjutan dan kesejahteraan lingkungan. Ini adalah tempat di mana nilai-nilai tradisional dan prinsip-prinsip kontemporer saling mendukung, menciptakan pengalaman yang harmonis dengan alam sekitar.  

Mendorong penggunaan produk lokal tidak hanya memajukan ekonomi lokal tetapi juga berkontribusi pada pengurangan jejak karbon pemicu krisis iklim, serta menciptakan siklus yang lebih sehat antara konsumen, makanan, dan lingkungan.  

Pendekatan holistik terhadap pasar makanan tradisional  melampaui label "organik", karena mencakup strategi pengurangan limbah, konservasi energi dan air, dan pendidikan komunitas untuk menciptakan model bisnis yang lebih hijau dan etis.  

Pasar Ambuwa dan Pasar Papringan menjadi contoh bagaimana perekonomian lokal bisa berkembang sejalan dengan pelestarian lingkungan. Dengan mendukung pasar-pasar tradisional ini, dan pasar sejenis lainnya, konsumen menjadi bagian dari gerakan yang lebih besar untuk menciptakan masa depan yang lebih hijau dan sehat.

Kolumnis
Pegiat Harmoni Bumi

Tentang GBN.top

Kontak Kami

  • Alamat: Jl Penjernihan I No 50, Jakarta Pusat 10210
  • Telepon: +62 21 2527839
  • Email: redaksi.gbn@gmail.com