Debat keempat Pemilihan Presiden 2024 yang akan diikuti tiga calon wakil presiden besok, membuka ruang dialog penting mengenai isu-isu krusial, yaitu pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup, sumberdaya alam dan energi, pangan, agraria, masyarakat adat, dan desa.
Judul artikel di atas sama dengan tulisan saya untuk media ini lima tahun lalu, ketika pesta demokrasi 2019, yang dapat dibaca di sini. Mengapa? Karena masalah yang ada tetap sama, dan kini bahkan bertambah.
Debat persoalan lingkungan hidup di Indonesia dan masalah terkait lainnya, yang hanya memakan waktu dua jam, selayaknya tidak melulu terkonsentrasi pada keberhasilan ataupun kegagalan berbagai aspek seperti kebijakan, program, maupun proyek, atau bahkan baru rencana.
Adalah penting untuk membicarakan dan mencoba mengatasi beberapa masalah mendasar penyebab berbagai persoalan lingkungan baik di tingkat nasional maupun global secara holistik.
Lima tahun lalu, ada empat masalah mendasar yang saya tulis dan kini masih berlaku. Pertama adalah tragedi kepemilikan bersama, yaitu situasi ketika sekelompok orang memperoleh manfaat sebesar-besarnya sampai sumber daya menipis, terutama jika gratis. Kedua, tantangan yang dihadapi dalam pembelajaran berbagai persoalan lingkungan dan solusinya, terutama sektor pemerintahan yang beragam, tingkat tata pemerintahan yang berbeda, banyaknya pemangku kepentingan, dan dinamika permasalahan yang rumit. Ketiga, penegakan kebijakan, temasuk komitmen terhadap kesepakatan internasional. Keempat, konsensus sosial dengan mempertimbangkan nilai-nilai budaya yang tertanam di masyarakat.
Di tengah dinamika politik Indonesia saat ini, debat cawapres 2024 bukan hanya menjadi panggung untuk menjelaskan visi, misi, dan janji, tetapi juga merupakan forum penting untuk mengangkat narasi "polikrisis" – gabungan dari berbagai krisis yang saling terkait, sehingga dampaknya bertambah berat. Termasuk di dalamnya perubahan iklim, punahnya biodiversitas, pandemi, kesenjangan ekonomi, krisis air, instabiltas sistem keuangan, ekstremisme ideologi, dampak sosial digitalisasi, meningkatnya kerusuhan sosial dan politik, perang, dan migrasi paksa skala besar.
Debat harus menyoroti peran generasi muda sebagai katalisator transformasi dalam menghadapi tantangan-tantangan ini.
Polikrisis yang dihadapi Indonesia memerlukan pendekatan multidimensi. Krisis iklim, misalnya, tidak bisa dipisahkan dari isu ekonomi, sosial, dan politik. Perdebatan mengenai transisi energi berkeadilan, dari bahan bakar fosil ke sumber energi terbarukan, menjadi penting mengingat urgensi perubahan iklim dan keberlanjutan lingkungan serta pola hubungan sosial masyarakat.
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) untuk mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan, dan melindungi lingkungan, bukan sekadar tren global, melainkan juga sebuah kebutuhan nyata bagi Indonesia, negara megabiodiversitas dengan tantangan uniknya.
Menurut data Komisi Pemilihan Umum, sekitar 60 persen pemilik suara pada pemilu 2024 adalah generasi muda yang diwakili oleh generasi milenial, gen z dan gen x. Karenanya, dalam konteks polikrisis, peran generasi muda menjadi sangat penting.
Mereka tidak hanya merupakan pemilih dan penerus kepemimpinan, tetapi juga pembawa ide-ide baru, semangat, dan inovasi. Generasi muda tumbuh di era digital dan globalisasi, sehingga memiliki perspektif unik dan kreativitas untuk menawarkan solusi pada isu-isu yang dibahas dalam debat. Mereka lebih sadar akan isu global, seperti perubahan iklim, dan cenderung mendukung pendekatan yang lebih berkelanjutan dan inklusif.
Topik-topik yang dibahas idealnya bukan hanya tentang masalah hari ini, tetapi juga potensi tantangan era mendatang. Visi dan solusi yang disajikan oleh para kandidat akan menentukan kemampuan Indonesia untuk beradaptasi, berkembang, dan berkontribusi dalam komunitas global.
Debat cawapres bukan hanya arena bagi para kandidat untuk menyampaikan gagasan mereka maupun melawan gagasan kandidat lainnya. Ini juga merupakan panggilan bagi masyarakat Indonesia untuk terlibat secara aktif. Partisipasi publik yang kuat dan kritis dapat memastikan bahwa isu-isu penting ini tidak hanya menjadi wacana, tetapi juga diikuti dengan tindakan konkret.
Sekali lagi, dalam debat cawapres 2024 besok, mutlak adanya dialog yang memberi ruang untuk suara dan aspirasi generasi muda. Keterlibatan mereka dalam perencanaan dan pelaksanaan kebijakan akan memastikan bahwa solusi yang dihasilkan tidak hanya berorientasi jangka pendek, tetapi juga memperhitungkan Indonesia dalam jangka panjang.
Kandidat yang mampu berkomunikasi dan menginspirasi generasi muda, serta menyertakan mereka dalam proses pengambilan keputusan, akan memainkan peran penting dalam membentuk masa depan Indonesia.