Seni, Komunitas, dan Lingkungan

Di tengah tantangan global, dari krisis iklim hingga konflik sosial, seni menjadi medium yang relevan untuk membangun kesadaran kolektif. Tidak hanya menjadi cermin realitas, tetapi juga alat untuk mengubahnya.

Ilustrasi: Muid/GBN.top

Leonardo da Vinci yang lahir di Italia pada tahun 1452 dikenal sebagai seorang jenius Renaisans yang karya-karyanya melintasi bidang seni, sains, arsitektur, dan anatomi. Lukisan terkenalnya seperti Mona Lisa dan The Last Supper telah menjadi simbol kejeniusan artistik yang melampaui zaman.

Tanggal lahir da Vinci pada 15 April ditetapkan sebagai World Art Day oleh International Association of Art dan didukung oleh Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO). Hari tersebut menjadi momen global untuk merayakan seni dalam segala bentuknya, serta mengakui peran pentingnya dalam kehidupan manusia sebagai ekspresi budaya, refleksi nilai, dan kekuatan sosial yang menginspirasi.

Tahun ini, tema World Art Day adalah A Garden of Expression: Cultivating Community through Art. Sebuah ungkapan puitis yang mengibaratkan seni sebagai taman tempat berbagai ekspresi tumbuh subur, sekaligus ruang tempat komunitas dipupuk dan dirawat. Seperti taman yang indah karena aneka tanamannya, seni pun memperkaya hidup karena ragam cara pandang, bentuk, dan suara yang diusungnya. Tema ini melihat seni bukan sebagai hal yang eksklusif, melainkan sesuatu yang tumbuh di tengah masyarakat, menyatukan, menenangkan, dan menginspirasi.

Di tengah tantangan global, dari krisis iklim hingga konflik sosial, seni menjadi medium yang relevan untuk membangun kesadaran kolektif. Tidak hanya menjadi cermin realitas, tetapi juga alat untuk mengubahnya. Dalam konteks Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), seni berkontribusi nyata dalam berbagai aspek. Ia memperkuat pendidikan yang inklusif dan kreatif (SDG 4), memperkaya ruang kota dengan identitas lokal (SDG 11), mempromosikan konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab melalui penggunaan bahan ramah lingkungan (SDG 12), serta meningkatkan kesadaran dan aksi terhadap perubahan iklim (SDG 13).

Banyak seniman menggunakan karya mereka untuk menyuarakan kepedulian terhadap lingkungan. Misalnya, melalui seni rupa yang menggunakan limbah, pertunjukan yang mengangkat tema krisis air atau deforestasi, maupun mural yang mengajak warga berpikir ulang tentang polusi dan keadilan iklim. Seni lingkungan atau eco-art adalah semakin mendapat tempat sebagai pendekatan kreatif untuk menyampaikan pesan penting secara emosional dan personal. Dalam dunia yang penuh angka dan data, seni menawarkan cara yang lebih manusiawi untuk membicarakan masa depan bumi.

Indonesia sendiri merupakan salah satu negara dengan kekayaan seni yang luar biasa. Dari wastra yang telah diakui sebagai warisan budaya dunia, hingga tenun dari berbagai daerah yang masing-masing mengandung filosofi dan teknik unik. Dari pertunjukan wayang dan tari tradisional yang lahir dari ritme alam dan spiritualitas lokal, hingga seni kontemporer yang mendobrak batas-batas konvensional dan tampil di panggung internasional. Semua ini bukan hanya soal estetika, melainkan juga bagian dari identitas kolektif dan sumber daya untuk pembangunan berkelanjutan.

Kini semakin banyak seniman Indonesia yang secara sadar mengintegrasikan prinsip keberlanjutan dalam proses kreatif. Mereka menggunakan bahan alami, pewarna nabati, teknik yang tidak merusak lingkungan, dan melibatkan komunitas dalam proses produksi. Berbagai inisiatif seni berbasis komunitas menunjukkan bahwa seni dapat menjadi ruang partisipasi yang luas, serta tempat berpadunya tradisi, inovasi, dan kepedulian lingkungan.

Merayakan World Art Day bukan hanya soal mengagumi karya seni. Tetapi juga ajakan untuk menyadari bahwa seni adalah bagian dari kehidupan bersama—sebuah kekuatan yang mampu menyatukan komunitas, merawat warisan budaya, dan menyalakan harapan baru. Dalam taman ekspresi, setiap insan bisa menjadi bagian: sebagai pencipta, penikmat, atau penjaga keberlanjutan.

Seni adalah jendela yang membuka cara pandang baru terhadap dunia. Ketika logika tak mampu menjawab segala tanya, karya seni hadir sebagai jalan batin; di tengah ketidakpastian, imajinasi tumbuh menjadi ruang harapan.

Di tangan seniman, sehelai kain, secarik kertas, sepotong bambu, atau bahkan sampah plastik bisa menjadi pesan tentang dunia yang lebih adil dan lestari. Dan dalam konteks Indonesia, seni adalah suara alam, spektrum kreativitas, dan denyut komunitas yang tak pernah berhenti bergerak.

Kolumnis
Pegiat Harmoni Bumi

Tentang GBN.top

Kontak Kami

  • Alamat: Jl Penjernihan I No 50, Jakarta Pusat 10210
  • Telepon: +62 21 2527839
  • Email: redaksi.gbn@gmail.com