Akui Punya HGB Pagar Laut Tangerang, Agung Sedayu: Tidak Sepanjang 30,16 Km

Kuasa hukum Agung Sedayu Muannas Alaidid mengatakan pagar laut di Kabupaten Tangerang sudah ada jauh sebelum pembangunan proyek PIK 2 dimulai

Kuasa hukum Agung Sedayu Group, Muannas Alaidid mengakui kliennya mempunyai sertifikat HGB di area pagar laut Tangerang

Agung Sedayu Group akhirnya mengakui mempunyai sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) di pesisir utara Kabupaten Tangerang, Banten lokasi yang terdapat pagar laut misterius. Sertifikat HGB dikuasai perusahaan milik Sugiarto Kusuma alias Aguan itu atas nama PT Intan Agung Makmur (IAM) dan PT Cahaya Agung Sentosa (CIS). 

Kuasa hukum Agung Sedayu Group, Muannas Alaidid mengatakan HGB yang dimiliki anak perusahaan Agung Sedayu berada di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang. Muannas menegaskan sertifikat HGB tersebut tidak mencakup seluruh area pagar laut sepanjang 30,16 kilometer (km) 

"Pagar laut itu bukan milik PANI (PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk/PIK2). Dari 30 kilometer pagar laut, kepemilikan HGB anak perusahaan PIK PANI dan PIK non-PANI hanya ada di dua desa di Kecamatan Pakuhaji, tepatnya Desa Kohod. Di tempat lain, dipastikan tidak ada," ujarnya.

Saat memberikan keterangan yang dikutip pada Jumat 24 Januari 2025, Muannas menjelaskan pagar laut di Tangerang mencakup enam kecamatan. Sedangkan yang Dimiliki Agung Sedayu hanya ada di satu kecamatan.

Muannas pun meluruskan opini yang berkembang bahwa seluruh pagar laut tersebut dimiliki oleh Pantai Indah Kapuk atau PIK 2 yang juga anak perusahaan Agung Sedayu Group.

"Panjang pagar itu melewati enam kecamatan, tetapi bukan berarti seluruhnya ada HGB. HGB anak perusahaan Non PANI, yakni PT IAM dan PANI yakni PT CIS, hanya ada di Desa Kohod," tegasnya.

Muannas menuturkan pagar laut di Kabupaten Tangerang sudah ada jauh sebelum pembangunan proyek PIK 2 dimulai.  Bahkan sebelum Joko Widodo (Jokowi) menjadi Presiden RI. Hal itu sesuai dengan pernyataan mantan Bupati Tangerang Zaki Iskandar.

"Dalam kunjungan itu, pagar-pagar laut sudah ada bahkan sebelum PIK 2 dibangun, bahkan sebelum Pak Jokowi menjabat sebagai presiden," tutur Muannas. 

Terkait rencana Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) membatalkan sertifikat HGB, politikus PSI ini mengaku pihaknya masih menunggu kejelasan. Pasalnya hingga saat ini belum ada surat resmi terkait rencana itu.

"Kami masih mengecek apa alasan pencabutan itu. Hingga kini, belum ada dokumen resmi atau surat tertulis yang kami terima," ungkapnya.

Muannas memastikan pihaknya akan mempelajari prosedur dan dasar hukum yang menjadi alasan pembatalan tersebut sebelum memberikan tanggapan lebih jauh.

"Apalagi, HGB ini sudah melalui proses dan prosedur yang benar. Kami membelinya dari masyarakat pemilik Sertifikat Hak Milik (SHM) dan telah membayar pajak serta memperoleh Surat Izin Lokasi dan PKKPRL (Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut) secara resmi," ungkap Muannas.

Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengatakan ditentukan 263 sertifikat HGB di area pagar laut di Kabupaten Tangerang. 

Nusron mengatakan merinci, perusahaan yang memiliki Setifikat HGB adalah PT Intan Agung Makmur sebanyak 234 bidang, PT Cahaya Inti Sentosa sebanyak 20 bidang, dan atas nama perorangan sebanyak 9 bidang. 

Politikus Partai Golkar ini menambahkan terdapat pula Setifikat Hak Milik atau SHM sebanyak 17 bidang. Sertifikat tersebut berlokasi di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang. 

Saat memberikan keterangan di Tangerang, Rabu 22 Januari 2025, Nusron menegaskan sertifikat HGB dan SHM itu telah dicabut atau dibatalkan. Tindakan itu dilakukan karena sertifikat yang berjumlah ratusan itu cacat prosedur dan material sehingga statusnya batal demi hukum.

"Dari hasil peninjauan dan pemeriksaan terhadap batas di luar garis pantai, itu tidak boleh menjadi privat properti. Maka itu, ini tidak bisa disertifikasi dan kami memandang sertifikat tersebut yang di luar adalah cacat prosedur dan cacat material," ujarnya. 

Nusron mengatakan karena sertifikat tersebut belum berusia lima tahun, proses pembatalan atau pencabutan bisa dilakukan tanpa proses pengadilan.

"Berdasarkan PP Nomor 15 Tahun 2021 selama sertifikat tersebut belum lima tahun, maka Kementerian ATR/BPN memiliki hak untuk mencabutnya atau membatalkan tanpa proses perintah pengadilan," kata Nusron.

Jurnalis GBN

Tentang GBN.top

Kontak Kami

  • Alamat: Jl Penjernihan I No 50, Jakarta Pusat 10210
  • Telepon: +62 21 2527839
  • Email: [email protected]