AS Desak Indonesia Ganti QRIS dengan Visa-Mastercard, BI: Mereka Masih Dominan

Pemerintah AS menilai QRIS dan GPN adalah bentuk proteksionisme terselubung yang merugikan kepentingan global

Pemerintah AS mendesak Indonesia mengganti QRIS dengan Visa-Mastercard

Bank Indonesia (BI) buka suara soal desakan Amerika Serikat (AS) agar Indonesia mengganti sistem pembayaran domestik seperti Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) dan Quick Responese Indonesia Standard (QRIS) ke sistsm pembayaran asing seperti Visa dan Mastercard. 

Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti menyampaikan, Indonesia selalu menjajaki kerjasama dengan negara lain soal sistem pembayaran atau fast payment seperti QRIS atau yang lainnya. Destri mengatakan penetapan sistem pembayaran tergantung kesiapan negara masing-masing. 

"Itu memang sangat tergantung dari kesiapan masing-masing negara. Kalau Amerika siap, kita siap, kenapa enggak?" ujarnya. 

Saat memberikan keterangan di acara Perempuan Berdaya dan Cerdas Finansial di Jakarta, Senin 21 April 2025, Destry juga menyoroti beberapa pihak yang meributkan sistem pembayaran asing. Menurutnya selama ini pembayaran melalui Visa dan MasterCard tidak ada masalah. 

"Dan sekarang pun sampai sekarang kartu kredit yang selalu diributin, Visa, Master kan masih juga yang dominan. Jadi itu enggak ada masalah sebenarnya," ungkap Destry.

Sebelumnya pemerintah AS mendesak Indonesia mengganti penggunaan sistem pembayaran domestik seperti GPN dan QRIS ke sistem pembayaran asing seperti Visa dan Mastercard. 

Desakan ini muncul saat Indonesia melakukan negosiasi terkait keputusan Presiden Donald Trump mengenakan tarif resiprokal kepada Indonesia sebesar 32 persen dari basis tarif sebesar 10 persen.

Pemerintah AS menganggap sistem pembayaran Indonesia adalah bentuk proteksionisme terselubung yang merugikan kepentingan global. AS menilai sistem ini menutup akses perusahaan asing terhadap pasar domestik Indonesia yang selama ini menjadi ladang subur transaksi keuangan bernilai triliunan rupiah per tahun. 

Seorang pejabat tinggi departmen perdagangan AS mengaku khawatiran saat ini Indonesia tengah membangun tembok digital yang menghalangi dominasi sistsm keuangan global yang selama ini dikendalikan AS. 

Negeri Paman Sam itu bahkan mengancam akan melakukan pembatasan ekspor teknologi keuangan jika Indonesia tetap mempertahankan QRIS dan GPN. 

Ketegangan semakin diperkeruh dengan adanya kabar sejumlah bank besar di Indonesia telah menerima tawaran kerja sama yang secara implisit mengarah pada tekanan untuk mengalihkan infrastruktur pembayaran ke sistsm luar negeri. 

Tersiar kabar pula sejumlah regulator keuangan Indonesia telah dipanggil ke Kedutaan Besar AS di Jakarta untuk membahas arah sistem pembayaran yang lebih terbuka. 

Muncul kekhawatiran apabila Indonesia tunduk, data transaksi ratusan juta warga bisa dengan mudah diakses dan dikelola asing tanpa kendali kedaulatan penuh dari pemerintah. Kekhawatiran semakin memuncak ketika laporan internal menyebutkan sejumlah transaksi QRIS lintas negara mulai mengalami hambatan administrasi sejak awal Maret.

Menteri Koordinator Bidang Perkenomonian Airlangga Hartarto dalam keterangannya mengatakan pemerintah tengah mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak, termasuk mitra internasional. 

Saat memberikan keterangan pers, Sabtu 19 April 2025, Airlangga menyamaikan pemerintah telah berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) soal masukan pemerintah AS terkait system pembayaran.

"Kami sudah berkoordinasi dengan OJK dan BI, terutama terkait dengan payment yang diminta oleh pihak Amerika," kata Airlangga

Jurnalis GBN

Tentang GBN.top

Kontak Kami

  • Alamat: Jl Penjernihan I No 50, Jakarta Pusat 10210
  • Telepon: +62 21 2527839
  • Email: redaksi.gbn@gmail.com