Pemerintah memutuskan menghentikan penyaluran bantuan sosial atau bansos beras Stabilitas Pasokan Harga Pangan (SPHP). Langkah tersebut diambil guna menjaga harga gabah tidak anjlok.
Hal itu disampaikan Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi saat mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR RI, Selasa 4 Februari 2025.
"Dalam dua bulan ini, untuk SPHP dan bantuan pangan itu sementara ditiadakan. Karena kalau kita terus membanjiri pasar, maka harga gabah tidak akan naik-naik," katanya.
Arief menjelaskan penghentian bansos dilakukan dalam rangka menjaga harga gabah di petani. Langkah ini mengingat sebentar lagi akan memasuki musim panen. Namun harga gabah di beberapa daerah masih di bawah harga pembelian pemerintah (HPP), yakni Rp6.500 per kilogram (kg).
Arief menuturkan pemerintah ingin terlebih dahulu menyeimbangkan harga di hulu dan hilir. Selain itu pemerintah juga ingin meningkatkan kesejahteraan petani.
"Jadi menyeimbangkan hulu dan hilir, tentunya ini yang dilakukan pemerintah dan kesimbangan ini yang dijaga. Inflasi kita terbaik dari tahun 1956, di sisi lain kita harus meningkatkan kesejahteraan petani," ucap Arief.
Keterangan serupa disampaikan Direktur Utama Perum Bulog Wahyu Suparyono yang mengatakan bantuan pangan dan beras SPHP yang seharusnya disalurkan untuk 6 bulan ke depan sementara ditunda.
"Untuk 6 bulan ke depan sementara ini bantuan pangan belum dilakukan untuk menjaga stabilitas harga gabah itu sendiri," jelasnya.
Wahyu mengatakan saat ini pihaknya ditugaskan menyerap beras sebanyak 3 juta ton. Tugas ini dilakukan terutama selama masa panen raya.
Sebelumnya, pemerintah memutuskan bansos beras SPHP akan disalurkan selama 6 bulan pada 2025. Keputusan tersebut sudah mendapat restu Presiden Prabowo Subianto.
Selama 6 bulan ke depan Bapanas bakal mendistribusikan 960 ribu ton beras kepada 16 juta penerima bantuan pangan (PBP). Tindakan ini merupakan bagian dari paket kebijakan ekonomi dan bantalan bagi masyarakat berpendapatan rendah.