Banyak yang Minta MKMK Ubah Putusan Soal Capres-Cawapres, Jimly: Kami Hanya Tangani Perkara Etik

Jimly mengaku diberi waktu 30 hari untuk menangani laporan terhadap Hakim MK

Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie mengatakan pihaknya hanya menangani pelanggaran etik dan tidak bisa ubah putusan

Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie menjelaskan posisi lembaga yang dipimpinnya dalam perkara laporan pelanggaran etika yang dilakukan anggota Majelis Hakim saat memutuskan gugatan uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).

Jimly menerangkan MKMK hanya menangani persoalan etik hakim dan tidak bisa mengubah keputusan yang sudah diputuskan. Menurutnya MKMK yang baru dilantik 3 hari akan bekerja dengan cepat. Pasalnya sudah banyak laporan terkait perkara tersebut.

"Kita kan baru dilantik tiga hari, harus kerjanya cepat dan perkaranya yang melapor banyak sekali. Bahkan bertambah lagi, 3 lagi. Dari kemarin 14 sekarang jadi 17 (laporan). Tambah lagi ada 16 guru besar membuat laporan," ujar Jimly.

Saat memberikan keterangan Jumat 27 Oktober 2023, mantan Ketua MK ini menyatakan pihaknya hanya diberi waktu hanya 30 hari. Hasil kerja MKMK menurut Jimly juta berkaitan dengan pendaftaran Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (Cawapres-Cawapres).

"Ini disediakan waktu cuma 30 hari, kami kan cuma 30 hari MKMK ini, dan kemudian berkaitan juga dengan pendaftaran calon," kata Jimly kepada awak media.

Jimly menambahkan beberapa laporan yang masuk ada juga yang meminta agar MKMK bisa mengubah putusan MK soal syarat pendaftaran Capres-Cawapres. Jimly menegaskan MKMK hanya menangani pelanggaran etik dan tidak bisa mengubah keputusan yang sudah dibuat.

"Karena di antara laporan itu ada permintaan untuk mengubah pencapresan sampai begitu, padahal kita ini hanya kode etik, hanya menegakkan kode etik hakim, bukan mengubah keputusan MK," ujarnya.

Jimly mengungkapkan beragam persepsi bisa muncul dari berbagai laporan yang masuk. Hal itu menjadikan tidak mudah memproses laporan hingga akhirnya memutuskan dan mengumumkannya secara terbuka. Itulah sebabnya menurut Jimly persepsi masyarakat tentang MKMK harus diluruskan.

"Jadi persepsi publik dan juga tercermin di laporan itu macam-macam. Jadi kita harus luruskan. Dan tidak mudah karena menyangkut persepsi publik. Maka kami sudah ya bersepakat mengadakan persidangan terbuka. Itu tidak sesuai dengan aturan yang dibuat MK tapi kita bikin terbuka sepanjang menyangkut pelapor," ujar Jimly.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini menambahkan pemeriksaan para hakim akan dilakukan secara tertutup.

"Nanti untuk memeriksa para hakimnya baru tertutup. Kita bikin begitu supaya bukan hanya memutus menyelesaikan perkara, tapi juga untuk komunikasi publik, meredakan kemarahan, kecewaan dan lain sebagainya. Banyaknya laporan waktunya pendek, dan ini pada orang emosi-emosi semua lagi ya kan, karena menyangkut pertarungan kekuasaan," ucapnya.

Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI ini mempersilakan para pelapor memberikan argumen yang jelas mengenai MKMK boleh menilai putusan. Dia menilai, aduan terhadap para hakim merupakan persoalan serius.

"Kalau soal pribadi saya tentang putusan kan sejak sebelum diputus saya sudah ngomong. Tapi ini kan udah diputus MK. Apakah MKMK boleh menilai putusan. Siapa tahu kita bisa bikin terobosan, tapi argumennya apa, biar bisa dipertanggungjawabkan secara hukum. Saya minta para pelapor termasuk profesor coba meyakinkan kami bertiga. Jadi ini soal serius bukan soal tidak serius apalagi menyangkut pilpres yang mendapat perhatian publik," imbuhnya.

Jurnalis GBN

Tentang GBN.top

Kontak Kami

  • Alamat: Jl Penjernihan I No 50, Jakarta Pusat 10210
  • Telepon: +62 21 2527839
  • Email: [email protected]