Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) buka suara soal 'Gerakan Coblos 3 Paslon' yang gencar disuarakan jelang pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jakarta.
Bawaslu menyatakan gerakan yang disuarakan oleh para pendukung Anies Baswedan yang biasa disebut 'Anak Abah' itu tidak bisa dipidana.
"Sampai sekarang tidak (dapat dipidana)," ujar Ketua Bawaslu Rahmat Bagja.
Saat berbicara kepada awak media di Beach City International Stadium Ancol, Jakarta Utara, Kamis 19 September 2024, Bagja menyatakan gerakan tersebut perlu dilihat sampai nantinya memasuki masa kampanye. Kalau mengarah pada penyebaran fitnah kepada salah satu pasangan calon (paslon) barulah bisa dipidana.
"Tapi nanti kita lihat di kampanye bagaimana, kalau kampanyenya sudah melakukan fitnah terhadap calon kepala daerah yang kemudian bertanding, itu kemungkinan bisa dipidana," ujarnya.
Bagja mengingatkan masyarakat bisa kehilangan suaranya jika mencoblos ketiga paslon yang mengikuti Pilkada Jakarta. Suara masyarakat dipastikan tidak sah dan tidak dihitung jika foto ketiga paslon di surat suara tercoblos.
"Karena kalaupun coblos tiga-tiganya, kalaupun siapa yang menang di antara ketiganya, ya nggak akan bisa terpilih dan dilantik sebagai Calon Kepala Daerah. Jadi risiko itu tetap ada, jadi pilihlah apa yang menurut warga negara, sesuai dengan keinginan serta pilihan warga negara tersebut," pungkas Bagja.
Sebelumnya anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Idham Holik mengatakan 'Gerakan Coblos 3 Paslon' pada Pilkada Jakarta berpotensi dipidana. Pasalnya gerakan yang dimotori 'Anak Abah' itu melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada).
Saat memberikan keterangan, Senin 16 September 2024, Idham menerangkan 'Gerakan Coblos 3 Paslon' sama seperti ajakan melakukan golongan putih atau golput. Padahal Pasal 73 ayat (4) UU 10/2016 gerakan golput yang diorganisir bisa dikategorikan sebagai tindakan melawan hukum.
Pada Pasal 73 ayat (4) UU 10/2016 disebutkan, selain calon atau pasangan calon, anggota partai politik, tim kampanye, dan relawan, atau pihak lain juga dilarang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih untuk tidak menggunakan hak pilih.
Selain itu juga menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga mengakibatkan suara tidak sah.
"Dan mempengaruhi untuk memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu," katanya.
Idham menambahkan berdasarkan Pasal 73 ayat (4) UU 10/2016 golput bisa terkena hukuman penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan serta denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.