Rencana pemerintah mewajibkan semua kendaraan bermotor baik mobil maupun sepeda motor mempunyai asuransi tanggung jawab hukum pihak ketiga atau third party liability (TPL) mendapat penolakan dari kalangan buruh. Rencana tersebut dinilai memberatkan lantaran penghasilan buruh atau pekerja bakal dipotong.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja (KSPI) Said Iqbal mengatakan pemerintah tidak belajar dari program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang banyak mendapat penolakan.
"Penghasilan buruh dan pekerja sudah kecil kok mau dipotong-potong lagi untuk asuransi kendaraan," katanya.
Saat memberikan keterangan, Rabu 17 Juli 2024, Said mengatakan sepeda motor adalah sarana transportasi wong cilik. Itulah sebabnya Said meminta pemerintah tidak membuat aturan yang menyengsarakan rakyat.
“Jangan membuat aturan yang membebani biaya hidup orang. Orang sudah susah sekarang,” ujar Presiden Partai Buruh ini.
Sebelumnya pemerintah dikabarkan bakal mewajibkan semua kendaraan bermotor mempunyai asuransi TPL. Aturan tersebut sebenarnya telah tercantum dalam Omnibus Law Keuangan yang disahkan pada 2023.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan saat ini pemerintah tengah merampungkan pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Asuransi Wajib. Ditargetkan PP tersebut rampung pada tahun ini.
“PP ini (asuransi wajib) sedang dalam pembahasan dan ditargetkan terbit pada 2024,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) OJK Ogi Prastomiyono.
Saat berbicara di acara Insurance Forum 2024, Selasa 16 Juli 2024, Ogi menuturkan aturan yang mewajibkan kendaraan mempunyai asuransi sudah berlaku di berbagai negara.
"Dan diharapkan peraturan pemerintah terkait asuransi wajib itu sesuai dengan UU paling lambat 2 tahun sejak PPSK, artinya Januari 2025 setiap kendaraan ada TPL. Kalau kita lihat negara dunia termasuk Asean, semuanya sudah terapkan asuransi wajib kendaraan," katanya.
Ogi mengungkapkan asuransi wajib bagi kendaraan bermotor bersifat gotong royong. Sehingga saat terjadi kecelakaan lalu lintas yang melibatkan banyak pihak, besarnya kerugian dapat ditekan. Guna mendukung penerapan aturan tersebut, menurut Ogi dibutuhkan satu platform yang dapat digunakan untuk mengetahui asuransi yang digunakan setiap kendaraan bermotor.
"Apakah kita berkoordinasi dengan kepolisian yang mengurus STNK, lalu siapa perusahaan yang melakukan itu, apakah itu konsorsium?" katanya.
Terkait harga atau premi mantan Direktur Operasional Bank Mandiri ini menyebut sangat tergantung dengan jumlah peserta. Semakin banyak peserta yang ikut asuransi wajib tersebut, maka premi yang harus dibayarkan peserta akan lebih murah.
"Saya yakin premi yang dikenakan itu lebih murah daripada yang sekarang dilakukan secara sukarela," kata Ogi.
Saat ini kepesertaan kendaraan bermotor terhadap asusansi masih bersifat sukarela. Namun berdasarkan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) aturan tersebut bisa berubah menjadi wajib.