Desak Pagar Laut di Utara Tangerang Dibongkar, DPR: Pemerintah Jangan Kalah dari Agung Sedayu

3.888 nelayan dan 502 pembudidaya tidak bisa mencari nafkah akibat pagar laut misterius di pesisir utara Kabupaten Tangerang 

DPR mendesak pemerintah segera membongkar pagar laut misterius di pesisir utara Kabupaten Tangerang

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Ahmad Yohan meminta pemerintah segera membongkar pagar misterius sejauh 30 kilometer (km) di pesisir utara Kabupaten Tangerang, Banten. Yohan menyerukan pemerintah bersikap tegas terhadap tindakan yang merugikan masyarakat, meski dengan alasan pembangunan.

"Pemerintah harus tegas, bongkar pagar laut yang merugikan warga. Kasihan mereka tidak bisa melaut untuk mencari nafkah. Masyarakat jangan dirugikan dengan alasan pembangunan. Masyarakat lah yang memiliki negara, bukan satu-dua orang atau perusahaan," ujarnya.

Saat memberikan keterangan yang dikutip pada Rabu 8 Januari 2025, Yohan menyatakan negara tidak boleh kalah dari perusahaan Agung Sedayu Group yang saat ini tengah mengembangkan Proyek Strategis Nasional (PSN) Tropical Coastland di Pantai Indah Kapuk (PIK) 2.

"Kalau benar dugaan pagar laut ini dibangun oleh pihak pengembang PSN PIK 2, Agung Sedayu Group, saya tegaskan negara tidak boleh kalah oleh mereka," ujarnya.

Politikus PAN ini juga mendesak pemerintah melakukan evaluasi terhadap pembangunan Tropical Coastland PIK 2. Yohan berjanji akan menyampaikannya dalam rapat kerja dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan.

"Kami mendukung langkah Kementerian ATR/BPN mengkaji ulang PSN PIK 2. Kami juga apresiasi, kemarin Pimpinan DPR Pak Sufmi Dasco juga membuka peluang kaji ulang proyek tersebut," ucap Yohan. 

Publik dikejutkan dengan keberadaan pagar laut yang membentang sepanjang 30,16 km di pesisir utara Kabupaten Tangerang, Banten. Anehnya  pemerintah, baik pusat maupun daerah tidak mengetahui pemilik pagar berbahan bambu itu. 

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten Eli Susiyanti menegaskan pagar dengan tinggi 6 meter itu dibangun secara ilegal. Keberadaan pagar itu menurut Eli menyebabkan nelayan kesulitan saat mencari ikan.

"Panjang 30,16 km ini meliputi 6 kecamatan, tiga desa di Kecamatan Kronjo, kemudian tiga desa di Kecamatan Kemiri, empat desa di Kecamatan Mauk, satu desa di Kecamatan Sukadiri, dan tiga desa di Kecamatan Pakuhaji, dan dua desa di Kecamatan Teluknaga," ujarnya. 

Saat memberikan keterangan di Gedung Mina Bahari IV, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Selasa 7 Januari 2025, Eli mengatakan keberadaan pagar diketahui dari laporan warga pada Rabu 14 Agustus 2024. Mendapat laporan warga, Eli menuturkan pihaknya langsung menurunkan tim guna melakukan pengecakan. 

Tim gabungan yang beranggotakan DKP, Polisi Khusus Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), TNI AL, Polairud, PUPR dan Satpol PP kembali ke lokasi tersebut pada 4-5 September 2024. Hasilnya diketahui bahwa pembangunan pagar tidak ada izin dari camat atau kepala desa setempat.

"Kami bersama-sama melaksanakan investigasi di sana dan panjang lautnya sudah mencapai 13,12 km, terakhir malah sudah 30 km," ungkapnya. 

Eli menjelaskan pagar itu masuk dalam kawasan pemanfaatan umum yang tercantum dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Banten Nomor 1 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Banten Tahun 2023-2043.

Pagar itu berada di zona pelabuhan laut, zona perikanan tangkap, zona pariwisata, zona pelabuhan perikanan, zona pengelolaan energi, dan zona perikanan budidaya. Pagar itu juga beririsan dengan rencana waduk lepas pantai yang diinisiasi Bappenas.

Eli menyebut terdapat 3.888 nelayan dan 502 pembudidaya yang mencari nafkah di kawasan tersebut.

Jurnalis GBN

Tentang GBN.top

Kontak Kami

  • Alamat: Jl Penjernihan I No 50, Jakarta Pusat 10210
  • Telepon: +62 21 2527839
  • Email: [email protected]