Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly dicegah bepergian ke luar negeri. Tindakan ini dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyusul ditetapkannya Sekretaris Jenderal Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sebagai tersangka dalam kasus suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI yang melibatkan Harun Masiku.
Juru bicara (Jubir) KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan Yassona dan Hasto dicegah ke luar negeri berdasarkan Surat Keputusan Nomor 1757 Tahun 2024.
"KPK telah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 1757 Tahun 2024 tentang Larangan Bepergian Ke Luar Negeri terhadap dua orang Warga Negara Indonesia yaitu YHL dan HK," ujarnya.
Dalam keterangan tertulisnya, Rabu 25 Desember 2024, Tessa menyebut keduanya dicegah ke luar negeri untuk mempermudah proses penyidikan kasus Harun Masiku. Tessa menyebut pencegahan berlaku selama enam bulan.
"Keberadaan yang bersangkutan di wilayah Indonesia dibutuhkan dalam rangka proses penyidikan dugaan tindak pidana korupsi sebagaimana tersebut. Keputusan ini berlaku untuk enam bulan," kata Tessa.
Sebelumnya pada Rabu 18 Desember 2024, Yassona menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Politikus PDIP itu diperiksa selama sekitar 7 jam
"Saya yang minta dijadwalkan tanggal 18, karena saya ada kegiatan keluarga. Juga undangan saya terima satu hari sebelumnya," katanya.
Yassona mengaku ditanya terkait perannya selaku Ketua DPP PDIP Bidang Hukum, HAM dan Perundang-undangan. Penyidik bertanya terkait permintaan fatwa yang diajukannya kepada Mahkamah Agung (MA).
"Ada surat saya kirim ke Mahkamah Agung untuk permintaan fatwa tentang keputusan Mahkamah Agung Nomor 57. Kami minta fatwa karena di situ ada perbedaan tafsir antara KPU dan DPP tentang suara caleg yang meninggal," ujar Yasonna.
Anggota Komisi XII DPR RI ini permintaan fatwa ke MA terkait pergantian caleg terpilih yang meninggal dunia. Menurutnya ada perbedaan sudut pandang antara Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan DPP PDIP.
"Inti pokoknya sebagai Ketua DPP saya mengirim surat permintaan fatwa ke Mahkamah Agung karena waktu proses pencalegan itu ada tafsir yang berbeda setelah judicial review ada keputusan Mahkamah Agung Nomor 57 dan DPP mengirimkan surat tentang penetapan caleg, kemudian KPU menanggapi berbeda," ujarnya.
Yasonna menambahkan dirinya juga dicecar pertanyan tentang kapasitasnya sebagai mantan Menteri Hukum dan HAM, terkait perlintasan Harun Masiku selama jadi buron. Yasonna mengapresiasi penyidik KPK yang menurutnya telah bekerja secara professional.
"Kedua, kapasitas saya sebagai seorang menteri. Saya menyerahkan tentang perlintasan Harun Masiku. Penyidik sangat profesional menanyakan posisi saya sebagai Ketua DPP, posisi saya sebagai Menteri Hukum dan HAM mengenai perlintasan Harun Masiku," pungkasnya.