Harga Beras Bakal Gunakan Sistem Zonasi, Bapanas: Indonesia Sangat Luas

Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan bakal ada perbedaan harga antara daerah sentra beras dengan Indonesia Tengah dan Timur 

Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan pemerintah bakal menggunakan sistem zonasi dalam menetapkan harga beras

Pemerintah bakal menerapkan kebijakan baru soal harga jual beras. Jika sebelumnya menggunakan Harga Eceran Tertinggi (HET) pemerintah berencana menetapkan harga beras dengan sistem zonasi. 

Langkah ini dinilai penting agar perubahan standar mutu, jenis, dan harga batas atas dapat diterima dengan baik oleh pelaku usaha sampai konsumen. Selain itu sistem zonasi dirasa tepat jika melihat kondisi geografis Indonesia yang luas. 

Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) atau National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi mengatakan pihaknya terus melakukan diskusi intensif dengan kementerian, lembaga dan pihak-pihak terkait

"Kami juga sering intens berdiskusi supaya apapun yang jadi keputusan terbaik, ini bisa dijalankan," ujarnya.

Saat memberikan keterangan, Senin 4 Agustus 2025, Arief menerangkan Bapanas memberikan beberapa alternatif kepada Kementerian Koordinator Bidang Pangan sebagai bahan pertimbangan. Setelah ada keputusan, kebijakan tersebut tidak akan langsung diterapkan. Pemerintah akan memberikan waktu transisi untuk penyesuaian.

Arief menyebut implementasi kebijakan tersebut juga diperlukan guna meredam fluktuasi pasar beras.

"Memang tidak bisa terhadap perubahan suatu kebijakan, kemudian langsung di eksekusi tanpa ada periode transisi. Tapi ini juga harus disegerakan. Jadi kurang lebih, nanti itu akan in between premium dan medium (standar mutu beras)," jelas Arief.

Mantan Pelaksana Tugas (Plt) Menteri Pertanian ini menjelaskan terdapat perbedaan harga beras antara daerah yang menjadi sentra produksi beras dengan wilayah lain di Indonesia Tengah dan Timur. Hal ini lantaran wilayah Indonesia yang sangat luas.

"Kemudian sebagai informasi, antara harga di daerah sentra produksi dengan harga di Indonesia Tengah dan Indonesia Timur, ada pembedaan harga. Itu juga nanti kita harus atur, karena tidak mungkin di wilayah seperti Indonesia yang luas ini dengan satu harga tanpa memberlakukan zona," imbuh dia.

Arief menekankan yang akan diatur pemerintah nantinya adalah beras reguler yang sering dikonsumsi masyarakat. 

"Untuk beras yang reguler, itu beras yang seperti kita makan biasanya, baik beras panjang maupun bulat. Itu harganya tetap akan pemerintah batasi. Syarat mutunya juga disiapkan dengan berbagai kriteria, tapi yang mutlak adalah derajat sosoh 95 persen dan kadar air 14 persen. Butir pecah berapanya, itu nanti disampaikan," tambahnya. 

Sedangkan beras khusus menurut  Arief dikembalikan ke mekanisme pasar dan standar mutunya ditentukan melalui suatu proses sertifikasi.

"Yang kedua untuk beras khusus, itu memang tidak diatur untuk berapa harganya. Tapi harus memiliki sertifikasi, tidak sembarangan juga," terang dia.

Arief menyebutkan beberapa jenis beras khusus yang telah pemerintah pantau selama ini antara lain beras ketan, beras hitam, dan beras merah. Ada pula beras dengan indeks glikemik yang rendah. Glikemik sendiri adalah zat karbohidrat dalam gula darah.

Ada pula beras khusus dengan indeks geografis dari daerah tertentu. Selanjutnya ada beras untuk kesehatan dan beras biofortifikasi dengan penambahan unsur gizi tertentu serta beras organik.

"Kebijakan beras ini harus holistik, mulai dari petani, kemudian bagaimana di penggiling padi, pengusaha sampai nanti di ritel dan end customer atau masyarakat. Kalau di hulu kan Bapak Presiden Prabowo itu minta gabah petani dibeli minimal Rp 6.500 per kilo. Oleh karena itu, di hilir kita sesuaikan," imbuh Arief.

Jurnalis GBN

Tentang GBN.top

Kontak Kami

  • Alamat: Jl Penjernihan I No 50, Jakarta Pusat 10210
  • Telepon: +62 21 2527839
  • Email: [email protected]