PT Pertamina akhirnya buka suara soal ramai pemberitaan bahan bakar minyak (BBM) Pertamax yang dijual pasaran adalah Pertalite yang dioplos atau blending. Pertamina menegaskan kabar tersebut tidak benar.
Vice President Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso menyatakan BBM yang dipasarkan Pertamina sudah sesuai spek yang ditentukan. Pertamax mempunyai Research Octane Number (RON) 92 dan Pertalite RON 90.
"Bahwa yang dijual di masyarakat itu adalah sesuai dengan spek yang sudah ditentukan oleh Dirjen Migas. RON 92 itu artinya RON 92, Pertamax. RON 90 itu artinya pertalite," katanya.
Saat memberikan keterangan yang dikutip pada Rabu 26 Februari 2025, Fadjar menyebut telah terjadi miskomunikasi terkait pernyataan Kejaksaan Agung (Kejagung) soal kasus korupsi yang melibatkan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan.
Fadjar menerangkan yang dipermasalahkan Kejagung bukan soal oplosan melainkan pembelian RON 90 dan RON 92
"Munculnya narasi oplosan juga enggak sesuai dengan yang disampaikan oleh Kejaksaan kan sebetulnya. Kejaksaan lebih mempermasalahkan pembelian 90 92, bukan adanya oplosan. Narasi yang keluar, yang tersebar jadi ada miss komunikasi disitu," jelas Fadjar.
Pria yang lama berkarier di Biro Pers Media dan Informasi Sekretariat Presiden (Setpres) ini kembali memastikan produk yang dijual Pertamina ke masyarakat sudah sesuai dengan speknya masing-masing.
"Tapi bisa kami pastikan produk yang sampai ke masyarakat itu sesuai dengan speknya masing-masing. 92 adalah pertamax, 90 adalah pertalite," imbuhnya.
Kabar Pertamax yang dijual adalah Pertalite yang dioplos bermula saat Kejaksaan Agung membongkar kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero) periode 2018-2023. Dalam kasus ini Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan ditetapkan sebagai tersangka
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar mengatakan Riva telah bertindak curang dengan membeli Pertalite kemudian dioplos atau blending menjadi Pertamax.
"Modus termasuk yang saya katakan RON 90 (Pertalite), tetapi dibayar (harga) RON 92 (Pertamax) kemudian diblending, dioplos, dicampur," katanya.
Saat memberikan keterangan pers di Gedung Kejagung, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa 25 Februari 2025, Qohar menyebut pengoplosan dilakukan di depo PT Pertamina Patra Niaga dalam pengadaan produk kilang.
Qohar berjanji akan membuka kasus korupsi Pertamina dengan sejelas-jelasnya, termasuk tentang model pengoplosan setelah penyidikan usai dilakukan.
"Kita tidak akan tertutup, semua kita buka, semua kita sampaikan kepada teman-teman wartawan untuk diakses kepada masyarakat," paparnya.
Dalam kasus tersebut Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka, yakni RS selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, SDS selaku Direktur Feedstock And Produk Optimitation PT Pertamina Internasional, ZF selaku Direktur Utama PT Pertamina Internasional Civic.
Kemudian AP selaku Vice President (VP) Feedstock, MKAN selaku Beneficial Owner PT Navigator Katulistiwa, DW selaku Komisaris PT Navigator Katulistiwa dan DRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
Para tersangka pun diduga telah melanggar Pasal 2 ayat 1 Juncto Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.