Pengamat ekonomi Jaya Darmawan meminta pemerintah tidak terburu-buru meluncurkan atau launching sistem pembayaran terbaru, Payment ID. Jaya mengatakan sebaiknya aplikasi tersebut diuji coba terlebih dahulu sebelum secara resmi di luncurkan.
Saat memberikan kometar yang dikutip pada Minggu 10 Agustus 2025, Jaya khawatir peluncuran Payment ID yang rencananya pada 17 Agustus 2025 menimbulkan kekhawatiran masyarakat, terutama yang selama ini menjadi nasabah perbankan.
Jika tanpa disertai informasi yang baik, peluncuran Payment ID bisa memicu masyarakat melakukan penarikan dana besar-besaran atau rush. Itulah sebabnya Jaya mengingatkan pemerintah agar transparan tentang Payment ID, termasuk soal risiko yang ditimbulkannya.
Peneliti dari Center of Economic and Law Studies (Celios) menilai wajar jika masyarakat mempertanyakan risiko dari penerapan Payment ID. Pasalnya aplikasi ini bisa mengidentifikasi dan mencatat riwayat transaksi keuangan masyarakat secara rinci.
“Lagi-lagi dengan UU Perlindungan Data Pribadi belum lama dibuat dan masih butuh masukan banyak pihak. Karena mengingat secara manfaat harus dihubungkan dengan risiko,” katanya.
Jaya pun mengingatkan pemerintah soal masih terjadinya kebocoran Nomor Induk Kependudukan (NIK) serta data pribadi masyarakat lainnya. Hai itu menunjukkan pemerintah belum siap menghadapinya.
“Apalagi sektor pemerintahan. Tahun lalu ada juga hacking, kita lihat pemerintah belum mampu menghadapi situasi itu,” ucap Jaya.
Alumni Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) ini menyarankan pemerintah fokus mengawasi aliran transaksi keuangan termasuk pembayaran pajak orang-orang super kaya ketimbang masyarakat secara keseluruhan.
“Lebih baik ke situ dulu dari pada memprofiling semua masyarakat dengan dalih ingin melihat integritas transaksi,” tuturnya.
Menurut Jaya masih banyak perusahaan besar dan orang super kaya di Indonesia yang lebih berpotensi menghindari pajak, ketimbang rakyat menengah ke bawah. Orang-orang kaya itu juga kerap melakukan transfer dana ke luar negeri.
“Masih ada enggak orang super kaya yang tidak membayar ini dan itu. Atau melakukan transfer dana ke luar negeri, fokus saja ke yang besar-besar dulu,” ungkapnya.
Jaya menambahkan pemerintah selama ini ingin terlihat berintegeritas dan adil. Namun dalam praktiknya pemerintah justru bertindak tidak adil. Itulah sebabnya terkait Payment ID, banyak masyarakat yang tidak setuju dengan kebijakan tersebut.
“Pemerintah ingin Integritas, ingin adil, tapi dia sendiri tidak adil. Maksudnya, dia ingin mengincar dana mencurigakan, mendapat penerimaan negara dari aliran dana ini tapi tidak melakukan secara progresif dan tepat sasaran,” ungkap Jaya.
Bank Indonesia (BI) dikabarkan bakal meluncurkan sistem pembayaran baru bernama Payment ID pada 17 Agustus 2025 bertepatan dengan peringatan Hari Ulang Tahun HUT ke-80 RI.
Payment ID merupakan unique identifier berjumlah sembilan karakter yang berasal dari kependudukan berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK). Identitas ini akan mengkonsolidasikan informasi keuangan pribadi masyarakat mulai dari rekening perbankan hingga akun dompet digital (e-wallet).
BI menyebut, Payment ID juga akan melengkapi serta memperkuat analisis sektor keuangan, khususnya dalam penyaluran kredit. Namun Payment ID tetap tidak akan menggantikan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
BI juga menjamin kerahasiaan data masyarakat. Pasalnya jika ada pihak yang ingin mengetahui profil atau data nasabah harus atas persetujuan nasabah yang bersangkutan.
Namun belakangan, BI meralat kabar itu dan menyatakan Payment ID belum akan diluncurkan pada 17 Agustus 2025. Pasalnya sistem tersebut masih sandbox atau uji coba. Hal itu disampaikan Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Dicky Kartikoyono di Jakarta, Selasa, 12 Agustus 2025.
"Sampai hari ini belum ada Payment ID, masih sandbox (lingkungan uji coba)," katanya.
Dicky mengatakan Payment ID rencananya akan mulai digunakan pada September 2025 saat penyaluran program bantuan sosial non tunai di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Namun Dicky tidak menjelaskan apa peran Payment ID dalam program bansos tersebut.
“Kita lagi tunggu, seperti apa yang harus kita bantu dengan melihat data yang ada di sistem keuangan,” ujarnya.