Industri pengolahan susu (IPS) akhirnya buka suara soal keputusan membatasi menyerap susu segar dari peternak sapi perah dalam negeri.
Industri mengatakan lebih memilih mengimpor susu segar dengan alasan keamanan konsumen.
Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Pengolahan Susu (AIPS) Sonny Effendhi mengatakan susu peternak dalam negeri kualitasnya tidak sesuai standar karena mengandung bahan-bahan yang tidak aman dikonsumsi masyarakat.
"Enggak sesuai dengan standar food safety, keamanan pangan, sehingga enggak bisa diterima," katanya.
Saat memberikan keterangan di kantor Kementerian Pertanian (Kementan), Senin 11 November 2024 Sonny menambahkan susu dalam negeri cenderung mengandung air, sugar syrup, dan bahan lainnya.
"Jadi jangan ditambahin air, minyak goreng, sugar syrup, karbonat, hidrogen peroksida. Kami menangkap itu, kalau itu diloloskan yang menjadi korban kan masyarakat," ucap Sonny.
Itulah sebabnya Sonny meminta peternak meningkatkan kualitas susu sapi produknya. Sehingga industri dan peternak bisa saling bekerja sama.
"Kami wajib menjaga karena standarnya BPOM enggak boleh ada ingredient ini dalam susu," imbuhnya.
Sonny mengatakan mayoritas susu impor yang masuk Indonesia berasal dari Selandia Baru dan Amerika Serikat (AS).
Direktur Teknik dan Operasi Indolakto (Indomilk) ini membantah anggapan keputusan industri memilih impor terkait harga. Pasalnya harga susu segar impor dan dalam negeri hampir sama.
"Jadi harga bukan isu. Isu utama adalah kualitas," ujar Sonny.
Permintaan memperbaiki kualitas susu juga disampaikan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman. Jika kualitas sudah ditingkatkan Arman mengatakan kuota impor akan dibatasi.
"Kuota dibatasi karena kualitas. Sehingga ini (kualitas susu) diperbaiki, kuota impor kita batasi," katanya.
Amran menjelaskan saat ini impor susu mencapai 80 persen dari kebutuhan dalam negeri. Ke depan ia berharap impor bisa diteken hanya 40 persen.
"Seluruh industri wajib menyerap susu petani. Kita buat kembali ke tahun impornya 40 persen," ujar Amran.
Sebelumnya peternak sapi perah dari berbagai daerah melakukan aksi buang susu segar. Dewan Persusuan Nasional (DPN) mencatat setiap hari sebanyak 200 ton susu segar dibuang lantaran Industri Pengolahan Susu (IPS) lebih memilih mengimpor susu segar ketimbang menyerap susu peternak lokal.
Ketua DPN Teguh Boediyana tindakan IPS menolak menyerap susu peternak lokal akibat tidak ads peraturan yang melindungi usaha para peternak. Terlebih Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 1985 Tentang Koordinasi Pembinaan dan Pengembangan Persusuan Nasional yang dicabut pada awal 1998.
"Tindakan tidak menyerap susu segar dari peternak sapi perah adalah sebagai akibat tidak adanya peraturan perundang-undangan yang melindungi usaha peternak sapi perah rakyat dan menjamin kepastian pasar dari susu segar yang di hasilkan," katanya.
Dalam keterangan resmi yang dikutip pada Minggu 10 November 2024, Teguh meminta pemerintah menerbitkan peraturan guna melindungi keberadaan usaha peternak sapi perah.
Peraturan ini dapat menjadi pengganti DSN juga meminta pemerintah memberlakukan kembali kebijakan rasio impor susu yang dikaitkan dengan realisasi penyerapan susu segar.
Kebijakan ini sudah dilaksanakan sebelum era reformasi dan dikenal dengan adanya bukti serap (BUSEP).
Teguh menambahkan bahwa pemeirntah juga perlu membentuk badan persusuan nasional yang fokus menangai program swasembada susu segar untuk menunjang program makan bergisi gratis Presiden Prabowo.
"Pemerintah segera melakukan tindakan yang tegas kepada industri pengolah susu untuk menyerap produksi susu segar dari peternak sapi perah rakyat sehingga tidak lagi terjadi adanya kasus pembuangan susu segar seperti yang ada saat ini," katanya.