Luhut Mengaku Tahu Nama Kapal yang Angkut 5 Juta Nikel Ilegal ke China

Luhut menyebut semua perusahaan di bidang pengolahan nikel akan didata.

Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan mengaku sudah tahu kapal dan perusahaan yang mengangkut bijih nikel ilegal ke China

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengaku pihaknya telah mengetahui pihak-pihak yang terlibat dalam ekspor ilegal 5 juta ton bijih nikel ke China.

Luhut menyatakan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sudah memberikan data nama kapal dan perusahaan yang mengangkut bijih nikel yang diselundupkan ke China itu.

“Datanya dapat, kapal pembawa dan perusahaan, apa yang dapat kita urus dari sini (Indonesia) berkasnya,” kata Luhut.

Namun saat berbicara usai membuka LPS Monas Halft Marathon, di Monumen Nasional (Monas) Jakarta Pusat, Minggu 2 Juli 2023, Luhut enggan mengatakan secara rinci nama kapal dan perusahaan yang dimaksud. Luhut juga tidak menjelaskan apakah pihaknya akan mengusut DJCB.

Mantan Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) ini hanya menyebut pihaknya baru mendapat informasi perihal pelaku penyelundupan tersebut.

“Ya belum tahu, baru dihubungi kemarin,” ucap Luhut.

Terkait tindakan pencegahan, Luhut menerangkan ke depan pemerintah bakal melakukan pendataan perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan nikel. Nama perusahaan akan dimasukkan dalam Sistem Informasi Mineral dan Batubara Antar Kementerian Lembaga (Simbara).

"Kita urut nanti dont worry, sekarang Simbara sudah masuk batubara, sekarang nikel kita masukan ke Simbara jadi semua digitalis itu untuk kemajuan besar itu,” jelasnya.

Simbara merupakan sistem yang mengintegrasikan proses bisnis, sistem, dan data mineral dan batu bara (minerba) secara komprehensif dari hulu ke hilir. Simbara juga bertujuan melakukan pengawasan terhadap Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan tata niaga Mineral dan Batubara (Minerba).

Aplikasi Simbara adalah rangkaian dari proses tata kelola minerba dari hulu ke hilir. Termasuk pemenuhan kewajiban pembayaran dan proses clearance di pelabuhan.

Sebelumnya Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kemenkeu mengklaim mengetahui siapa pihak yang melakukan ekspor ilegal atau penyelundupan 5 juta ton bijih nikel ke China. Hal ini disampaikan Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai Nirwala Dwi Heryanto saat berbicara Minggu 2 Juli 2023.

Dalam keterangannya, Nirmala mengatakan hasil pendalaman yang dilakukan menunjukkan penyelundupan terjadi sejak 2021. Nirmala menjelaskan DJBC telah menjalin komunikasi dengan General Administration of China Custom (GACC).

Hasilnya, ada beberapa ekpsortir yang terlibat dalam kasus yang merugikan negara sebesar Rp575 miliar itu.

"Dan memang ada beberapa eksportir yang tidak bisa saya utarakan di sini, nanti akan kita sampaikan ke penegak hukum dalam hal ini KPK.BKarena terus terang kita juga sudah melakukan konfirmasi ke China custom. Ada sekitar 85 PL yang kita konfirmasi ke GACC," tutur Nirmala.

Kasus ekspor ilegal 5 juta ton bijih nikel ke China terungkap setelah dibongkar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Koordinator Supervisi (Korsup) Wilayah V KPK Dian Patria mengungkapkan dugaan penyelundupan 5.318.087.941 atau 5,3 juta ton bijih nikel (nickel ore) ke China terjadi pada Januari 2020 sampai Juni 2022.

Dian menduga bijih nikel yang diselundupkan berasal dari tambang di Sulawesi atau Maluku Utara.

“Ilegal. Kan sejak Januari 2020 dilarang ekspor ore nikel. Dari Indonesia, saya enggak menyebut dari IWIP (Indonesia Weda Bay Industrial Park), tentunya dari Sulawesi dan Maluku Utara karena hanya dua daerah inilah penghasil nikel terbesar,” ujar Dian.

Saat berbicara Jumat 23 Juni 2023, seperti dikutip dari Kompas, Dian menerangkan terdapat perbedaan data ekspor antara Badan Pusat Statistik (BPS) dan data Bea Cukai China soal impor bijih nikel dari Indonesia. Akibatnya terjadi selisih dari kedua data tersebut.

KPK menyebut total selisih nilai ekspor sebesar Rp14.513.538.686.979,60. (14,5 triliun). KPK juga menemukan selisih biaya royalti ditambah bea keluar sebesar Rp575.068.799.722,52 atau Rp 575 miliar.

Nilai tersebut menurut KPK menjadi kerugian negara. Pasalnya pendapatan negara dari tambang di antaranya berasal dari royalti dan bea keluar jika diekspor.

“Ya (dugaan kerugian negara sementara Rp 575 miliar) dari Januari 2020 sampai dengan Juni 2022,” tutur Dian.

Jurnalis GBN

Tentang GBN.top

Kontak Kami

  • Alamat: Jl Penjernihan I No 50, Jakarta Pusat 10210
  • Telepon: +62 21 2527839
  • Email: redaksi.gbn@gmail.com