Maruarar Ingin Tanah Sitaan Koruptor untuk Program 3 Juta Rumah, Kejagung: Tak Semudah Itu

"Kewenangan penetapan status penggunaan barang rampasan negara ada di Kemenkeu," kata Kapusenkum Kejagung Harli Siregar

Kejagung mengatakan wacana pemanfaatan tanah sitaan kasus korupsi untuk pembangunan rumah tidak bisa dilakukan dengan mudah

Kejaksaan Agung (Kejagung) mengatakan pemanfaatan tanah sitaan dari koruptor untuk program pembangunan 3 juta rumah tidak bisa dilakukan dengan mudah. Bahkan wacana itu bisa rumit lantaran penetapan status penggunaan barang rampasan negara adalah kewenangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). 

"Kewenangan penetapan status penggunaan barang rampasan negara ada di Kemenkeu," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapusenkum) Kejagung Harli Siregar. 

Saat memberikan keterangan seperti dikutip pada Minggu 26 Januari 2025, Harli mengatakan, instansi aparat penegak hukum (APH) sifatnya hanya mengajukan usul. Itulah sebabnya tanah bekas milik koruptor tidak bisa serta-merta langsung digunakan untuk program 3 juta rumah. 

"Instansi APH penyita hanya mengajukan usul," lanjut Harli.

Pendapat serupa juga disampaikan Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Fahri Hamzah yang mengatakan pemanfaatan lahan tanah bekas korupsi untuk program pembangunan 3 juta rumah rumit. 

"Sebenarnya itu agak rumit karena harus mengalami proses banding dan sebagainya," ujarnya.

Meski demikian saat mengunjungi Rumah Khusus (Rusus) Kedungsari, Kota Magelang, Jawa Tengah, Minggu 26 Januari 2025, Fahri menegaskan pemanfaatan tanah bekas korupsi untuk program 3 juta rumah tidak sepenuhnya gagal.

"Cuma, harus diserahkan dulu ke Dirjen Kekayaan Negara, enggak bisa langsung dipakai karena negara kita negara hukum,"ujar Wakil Ketua Umum Partai Gelora ini. 

Sebelumnya Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Maruarar Sirait pernah mengusulkan tanah sitaan kasus korupsi digunakan untuk perumahan rakyat. Maruarar menilai penggunaan tanah sitaan akan membuat harga rumah lebih murah sehingga terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah. 

Saat mengikuti rapat kerja bersama Komisi V DPR di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa 29 Oktober 2024, Maruarar mengaku telah berkomunikasi dengan Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin terkait wacana itu.

"Saya punya konsep tanah itu dari sitaan, saya sudah ketemu Jaksa Agung, di Banten saja ada 1.000 hektare (tanah sitaan) dan Jaksa Agung siap menyerahkan dan saya sudah dengan Menteri Keuangan kita akan ketemu bagaimana tanah ini bisa digunakan sama rakyat," kata Maruarar.

Politikus Partai Gerindra ini seharusnya tanah yang disita dari para koruptor dikembalikan kepada rakyat dan salah satunya untuk membangun rumah. 

"Bagaimana tanah dari koruptor bisa digunakan untuk rakyat kecil. Bagi yang punya gaji itu nggak susah Ketua, kalau Ketua bisa bantu saya supaya mereka punya tanah, mereka punya gaji," ujarnya.

Maruarar pun berharap DPR mendukung wacana pemanfaatan tanah sitaan kasus korupsi untuk pembangunan rumah. Selain itu mantan politikus PDIP ini juga meminta DPR membicarakannya dengan Kemenkeu serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)

"Ini sudah keputusan politik. Bagaimana barang-barang sitaan ini boleh nggak kita ambil negara dan kita kembalikan buat rakyat harganya jadi sangat murah. Jadi kita langsung berjalan, Ketua," tutur Maruarar. 

Jurnalis GBN

Tentang GBN.top

Kontak Kami

  • Alamat: Jl Penjernihan I No 50, Jakarta Pusat 10210
  • Telepon: +62 21 2527839
  • Email: [email protected]