Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak gugatan yang meminta jabatan ketua umum partai politik (parpol) dibatasi hanya 2 periode atau 10 tahun.
Saat membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta, Senin 31 Juli 2023, Ketua MK Anwar Usman mengatakan 2 warga sipil yang mengajukan gugatan tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing, sehingga gugatan selanjutnya tidak dipertimbangkan lebih lanjut.
"Berdasarkan UUD tahun 1945 dan seterusnya, amar putusan, mengadili, menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima," kata Anwar.
Namun putusan tersebut tidak diambil secara bulat. Pasalnya satu dari sembilan hakim konstitusi, yakni Arief Hidayat, memiliki alasan berbeda atau concurring opinion. Menurut Arief pertimbangan pada putusan ini adalah para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan.
Seandainya para pemohon memiliki kedudukan hukum, pokok permohonan tidak beralasan menurut hukum, sehingga norma a quo tetap konstitusional.
Sebelumnya dua warga sipil, yakni Eliadi Hulu dari Nias, Sumatera Utara dsn Saiful Salim dari Yogyakarta menggugat Pasal 23 Ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik.
Penggugat meminta MK menguji Pasal 23 ayat 1 UU 2/2011 yang berbunyi "pergantian kepengurusan partai politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan AD dan ART". Pasal ini dinilai merugikan hak konstitusional karena tidak ada batas masa jabatan ketum parpol.
Penggugat pun meminta MK mengubah bunyi pasal tersebut menjadi, "pergantian kepengurusan partai politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan AD dan ART, khusus ketua umum atau sebutan lainnya, AD dan ART wajib mengatur masa jabatan selama 5 tahun dan hanya dapat dipilih kembali 1 kali dalam jabatan yang sama, baik secara berturut-turut maupun tidak berturut-turut."
Dalam gugatannya, penggugat menjadikan PDIP dan Partai Demokrat sebagai contoh. PDIP diketahui dipimpin Ketua Umum Megawati Soekarnoputri selama 24 tahun sejak 1999.