Organisasi Wartawan Kecam Kekerasan Aparat kepada Aktivis Pers Mahasiswa

Delapan aktivitas pers mahasiswa jadi korban kekerasan aparat keamanan saat meliput aksi demo menolak UU TNI di depan DPRD Malang

Aksi demo menolak UU TNI di depan Gedung DPRD Kota Malang, Jawa Timur, Minggu 23 Maret 2025

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan aparat keamanan terhadap aktivis pers mahasiswa saat meliput aksi demo menolak Undang-Undang (UU) TNI. AJI menilai kekerasan yang dilakukan telah mencoreng citra aparat yang seharusnya mengayomi masyarakat. 

"Tindak kekerasan ini jauh dari kata ksatria dan mencoreng citra aparat sebagai pengayom dan pelindung," kata Ketua AJI Malang, Benni Indo.

Selain AJI, kecaman juga dilontarkan organisasi wartawan lainnya, yakni Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) dan Pewarta Foto Indonesia (PFI). 

Organisasi wartawan menilai UU TNI yang baru disahkan berpotensi mempersempit ruang demokrasi dan mencederai supremasi sipil. Benni pun mengingatkan, kebebasan pers dijamin oleh UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. 

Tak hanya jurnalis, posko kesehatan pun menjadi sasaran tindakan kekerasan aparat. Itulah sebabnya dalam pernyataannya, Selasa 25 Maret 2025, Benni menyebut tindakan aparat adalah bentuk kebrutalan dalam menangani aksi massa. 

"Tindakan kekerasan ini menunjukkan bahwa aparat tidak menjaga moral dan intelektualitasnya saat menangani aksi massa, sekalipun kondisinya ricuh," ujarnya.

Dalam siaran pers ini ditandatangani oleh Ketua PWI Malang Raya, Cahyono; Ketua AJI Malang, Benni Indo; Ketua IJTI Korda Malang Raya, M Tiawan; dan Ketua PFI Malang, para jurnalis menuntut, aparat menjaga supremasi sipil demi tata negara yang demokratis dan tidak menggunakan kekerasan terhadap jurnalis dan demonstran.

Selain itu aparat diminta tidak melakukan pelecehan seksual terhadap massa aksi serta bertanggung jawab atas aksi kekerasan dan menindak pelaku.

Organisasi wartawan juga mendesak UU TNI dibatalkan karena mencederai supremasi sipil, UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers ditegakkan, serta kebebasan pers dan hak-hak jurnalis dihormati dan dilindungi.

Sebanyak delapan aktivis pers mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi jadi korban kekerasan aparat saat meliput aksi unjuk rasa menolak UU TNI di depan Gedung DPRD Kota Malang, Jawa Timur Minggu, 23 Maret 2025.

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Kota Malang Delta Nishfu mengatakan aktivis pers mahasiswa dibentak, dimaki-maki, diseret, dan dipukuli oleh aparat keamanan gabungan polisi dan militer.

Mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang ini menceritakan, saat aksi berlangsung dirinya tengah mendokumentasikan dari jarak dekat. Tiba-tiba ia ditarik, diseret dan dipukuli aparat berpakaian preman. Delta mengatakan hampir saja dirinya dibawa polisi.

“Tanganku memar, enggak bisa nyetir (sepeda motor) karena waktu kejadian aku sempat diseret, terus dipukuli dan hampir dibawa (diamankan) polisi,” kata Delta.

Dikutip dari Tempo, Senin 24 Maret 2025, Delta mengatakan tujuh temannya juga menjadi korban tindakan kekerasan oleh aparat keamanan.

Dua diantaranya adalah anggota  Unit Aktivitas Pers Mahasiswa (UAPM) Inovasi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim atau UIN Malang dan LPM Kavling 10 Universitas Brawijaya. Keduanya mengalami memar di beberapa bagian tubuh akibat pukulan aparat. 

Jurnalis GBN

Tentang GBN.top

Kontak Kami

  • Alamat: Jl Penjernihan I No 50, Jakarta Pusat 10210
  • Telepon: +62 21 2527839
  • Email: [email protected]