Keputusan Pemprov Bali melarang produk air kemasan di bawah 1 liter diakui membawa dampak yang cukup signifikan. Pasalnya Bali sebagai pusat destinasi wisata mempunyai pangsa pasar yang cukup besar bagi industri minuman.
"Pasarnya Bali cukup besar, bagi industri minuman siap saji. Terus banyak di sana, kemudian banyak pertumbuhan ekonomi cukup baik, sehingga konsekuensinya adalah ya menurut kami juga cukup besar," kata Ketua Umum Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASMRI) Triyono Prijosoesilo.
Saat memberikan keterangan yang dikutip pada Rabu 14 Mei 2025, Triyono mengatakan larangan tersebut membuat keuntungan merosot hingga 5 persen. Menurutnya aturan tersebut bisa membuat pengusaha membatasi produksi dan distribusi produk.
"Feeling saya bisa 5 persen (turun) akan terdampak," ujarnya.
Triyono menilai aturan yang dibuat Pemprov Bali itu sebenarnya bermaksud baik sebagai langkah untuk mengatasi masalah sampah plastik. Dia pun mengusulkan pemerintah mengajak produsen dalam menanggulangi sampah plastik seperti mengelola hingga daur ulang.
Director of Public Affairs, Communications and Sustainability PT Coca-Cola Indonesia ini menuturkan pihaknya telah melakukan kerja sama dengan Tempat Penampungan Sementara (TPS) di Bali untuk memisahkan sampah-sampah.
"Kami sudah melakukan beberapa dengan, anggota kami sudah melakukan beberapa dengan TPS-TPS di Bali. Itu sudah terbukti bisa mengumpulkan sampah-sampah terutama yang high value," ungkap Triyono.
Alumni University of North Texas, Texas, Amerika Serikat ini menambahkan nantinya sampah plastik, kertas, dan besi bisa diolah lagi.
"Jadi sampah-sampah apakah sampah plastik, kertas, besi dan lain sebagainya, itu bisa diolah lagi. Sampah-sampah yang sifatnya low value, itu yang mungkin kita juga harus pikirkan kerjasama seperti apa," jelas Triyono.
Sebelumnya Pemprov Bali melalui Surat Edaran (SE) Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025 melarang penjualan air minum dalam kemasan (AMDK) di bawah 1 liter.
Gubernur Bali I Wayan Koster mengatakan aturan tersebut dibuat dalam upaya mengatasi permasalahan sampah, terutama kemasan plastik yang terjadi di Bali.
"Setiap lembaga usaha dilarang memproduksi air minum kemasan plastik sekali pakai dengan volume kurang dari 1 liter di wilayah Provinsi Bali," katanya.
Saat memberikan keterangan seperti dikutip pada Minggu 6 April 2025, Koster menegaskan pihaknya tidak berniat mematikan usaha AMDK di Bali. Terlebih saat ini banyak pengusaha lokal yang juga memproduksi air kemasan.
Politikus PDIP itu menjelaskan yang dilakukan adalah membatasi penggunaan bahan yang bisa merusak lingkungan. Koster memastikan Pemprov Bali sangat mendukung inovasi produk ramah lingkungan, seperti kemasan botol kaca.
"Tidak mematikan usaha, silakan berproduksi tapi jangan merusak lingkungan, kan bisa botol kaca, bukan plastik seperti di Karangasem ada kan bagus botolnya," ujarnya.