Pengamat politik Rocky Gerung mengkritik sikap Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang membela mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dari tuduhan korupsi yang dilontarkan Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP). Rocky menilai tindakan itu tidak ada urgensinya. Sehingga perlu ditelah lebih dalam motif dari tindakan itu.
"Saya heran kenapa Ketua Umum PBNU ikut-ikutan membela Jokowi dari tuduhan OCCRP. Apakah ini soal loyalitas terhadap negara atau ada agenda lain yang belum terlihat jelas?” ujarnya.
Saat berbicara di kanal YouTube miliknya @RockyGerungOffical, Sabtu 4 Januari 2025, mantan dosen Ilmu Filsafat Fakultas Ilmu Budaya Universiras Indonesia itu mempertanyakan tindakan PBNU membela Jokowi, apakah murni untuk kepentingan bangsa atau ada motif politik.
“Saya rasa, masyarakat juga perlu tahu apa alasan PBNU begitu lantang membela Jokowi dalam kasus ini. Padahal, seharusnya mereka fokus pada isu-isu keumatan. Ketika sebuah organisasi besar seperti PBNU mulai terlihat condong ke satu sisi politik, maka kredibilitasnya sebagai representasi umat akan dipertanyakan,” tutur Rocky
Pria yang pernah menjadi bintang di acara Indonesia Lawyer Club (ILC) ini pun menyarankan agar tindakan yang dilakukan PBNU menjadi momentum bagi masyarakat untuk lebih kritis terhadap peran organisasi keagamaan dalam politik.
Sebagai organisasi keagamaan, menurut Rocky seharusnya PBNU lebih hati-hati jika terlibat dalam politik praktis.
“Masyarakat harus bertanya, apakah ini untuk kepentingan rakyat atau hanya untuk mempertahankan kekuasaan tertentu?” pungkasnya.
Sebelumnya Ketua Umum Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf mempertanyakan kredibilitas OCCRP. Pria yang biasa disapa Gus Yahya ini juga mempertanyakan validitas daftar pemimpin dunia terkorup yang dirilis organisasi nirlaba asal Amsterdam, Belanda itu.
Tindakan Gus Yahya itu sebagai bentuk pembelaan terhadap mantan Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang masuk dalam daftar pemimpin terkorup yang dirilis OCCRP.
Saat memberikan keterangan di Kantor PBNU, Jakarta, Jumat 3 Januari 2025, Gus Yahya menilai, dafar tokoh terkorup dunia yang dirilis OCCRP adalah bagian dari kampanye politik.
“Saya kira, apa namanya, sejauh ini saya pribadi melihatnya sebagai bagian dari semacam kampanye politik saja, entah itu tujuan pertarungan apa,” katanya.
Gus Yahya menyebutkan, rilis semacam itu akan lebih dipercaya jika dibuat oleh lembaga peradilan internasional. Sedangkan OCCRP, mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) mengaku baru mendengarya.
“Enggak tahu apakah ini cukup kredibel atau enggak, kalau yang menetapkan misalnya lembaga tribunal, misalnya pengadilan internasional atau apa, soal lain,” ujarnya.
Menurut Gus Yahya, siapapun bisa membuat lembaga dan melaksanakan program kampanye dengan cara-cara tertentu asalkan memiliki dana.
“Asalkan ada biayanya untuk satu isu, kan bisa,” ucap pengasuh Pondok Pesantren Roudlotut Tholibin, Rembang, Jawa Tengah ini.
Organisasi nirlaba yang berpusat di Amsterdam, Belanda, Organize Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) diketahui telah merilis daftar pemimpin terkorup di dunia. Salah satu nama yang masuk dalam daftar tersebut adalah Presiden RI ke-7 Joko Widodo atau Jokowi.
Beberapa nama pemimpin negara-negara di dunia juga masuk dalam daftar yang dirilis OCCRP, adalah Presiden Kenya William Ruto, Presiden Nigeria Bola Ahmed Tinubu, mantan Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina, dan pengusaha India Gautam Adani.
Sedangkan mantan presiden Suriah, Bashar Al Assad dinobatkan sebagai Person of the Year 2024 untuk kategori kejahatan organisasi dan korupsi.
Sementara itu Jokowi saat berbicara di rumahnya di Banjarsari, Kota Surakarta, Jawa Tengah, Selasa 31 Desember 2024 menyatakan daftar yang dirilis OCCRP adalah fitnah dan framing jahat terhadap dirinya. Jokowi pun meminta semua tudingan itu dibuktikan, termasuk apa yang telah dikorupsinya.
"Yang dikorupsi apa. Ya dibuktikan, apa," katanya.
Jokowi menyebut banyak fitnah dan framing jahat yang ditujukan kepadanya. Bapak kandung Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka itu menambahkan semua tuduhan itu tidak ada buktinya.
"Ya apa, apalagi? Sekarang kan banyak sekali fitnah, banyak sekali framing jahat. Banyak sekali tuduhan-tuduhan tanpa ada bukti. Itu yang terjadi sekarang kan," ucap Jokowi.