Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman meluapkan kemarahannya kepada pengusaha tepung tapioka lantaran lebih memilih singkong dari luar negeri ketimbang hasil produksi lokal. Amran menyebut pengusaha telah berbuat dzolim terhadap para petani dalam negeri.
Pernyataan itu disampaikan usai ribuan petani singkong dari tujuh kabupaten di Lampung menggelar aksi protes terhadap pabrik pengolahan tapioka.
"Ini kami dengar di Lampung terkait harga singkong. Kami akan undang industri, undang petaninya. Kami minta kepada importir, tegas, jangan dzolimi petani," ujarnya.
Dalam keterangan resminya, Jumat 24 Januari 2025, Amran menilai para pengusaha telah mengabaikan kesejahteraan petani dengan mengimpor singkong. Amran menegaskan tindakan tersebut adalah pengkhianatan terhadap bangsa.
Amran pun meminta pengusaha lebih mengutamakan produk lokal ketimbang luar negeri. Tindakan pengusaha yang memilih produk impor menurutnya bisa merusak kedaulatan pangan dalam negeri.
Pria yang juga pengusaha asal Makassar, Sulawesi Selatan ini pun menuturkan pihak yang lebih mengutamakan produk impor diragukan patriotismenya.
"Mengimpor produk pangan dari negara lain lebih dari produk dalam negeri, diragukan patriotismenya. Tandanya itu mereka lebih sayang petani luar. Menzalimi petani, mendzolimi rakyat Indonesia itu adalah pengkhianat bangsa," ujarnya.
Sebelumnya pada Kamis 23 Januari 2025, ribuan petani singkong di Lampung mendatangi pabrik pengolahan tepun tapioka. Ribuan petani itu berasal dari tujuh kabupaten, yaitu Lampung Tengah, Way Kanan, Lampung Timur, Tulang Bawang, Mesuji, Tulang Bawang Barat, dan Lampung Utara.
Ketua Perkumpulan Petani Ubi Kayu Indonesia (PPUKI) Lampung, Dasrul Aswin, mengatakan para petani menuntut perusahaan segera menerapkan harga singkong sesuai Surat Keputusan Bersama (SKB) yang telah disepakati, yakni Rp1.400 per kilogram (kg).
"Dalam SKB itu disepakati perusahaan membeli singkong dari petani seharga Rp 1.400 per kilogram (kg). Ya benar, kawan-kawan di kabupaten mendatangi perusahaan tapioka di daerah mereka," ujarnya.
Dasrul mengungkallpkan, sejak SKB yang dibuat bersama Penjabat (Pj) Gubernur Lampung, pengusaha tapioka, dan petani pada 23 Desember 2024, perusahaan belum menjalankan kesepakatan tersebut. Hingga kini, perusahaan masih membeli singkong dengan harga lama yang lebih rendah.
Itulah sebabnya para petani meminta perusahaan segera mematuhi SKB. Terlebih pengusaha berjanji bersedia menghentikan operasional jika tetap tidak mematuhi SKB tersebut.
"Sudah sebulan, sampai sekarang belum dijalankan. Jadi perusahaan masih membeli pakai harga lama, bukan harga baru yang disepakati," kata Dasrul.